Thursday, September 29, 2016

Berdagang Dengan Begundal

Image result for cheating meme
sumber:www.memecenter.com

Oleh: Hendrasyah Putra

Membanggakan memang diantara negara ASEAN hanya Indonesia yang masuk G20. anggota G20 sendiri terdiri dari 19 negara dengan perekonomian besar dan ditambah dengan Uni Eropa. Walau tertera kata-kata “perekonomian besar” dan bahkan Singapura yang “konon katanya” lebih makmur dibanding negara kita toh faktanya juga tidak masuk G20. Tetapi saya pikir sudah cukup puja dan puji itu. Kita harusnya menjadi realistis, dengan tingkat korupsi yang masih membelit disegala sektor di negara ini tentunya secara logika kita tak akan bisa berharap banyak dengan kemakmuran yang selalu dijadikan janji manis setiap musim kampanye berlangsung.
Berbicara korupsi tentu kita bicara data tentang Indeks prestasi korupsi. Mengutip dari situs www.ti.or.id pada artikel corruptions perception index (CPI) 2015 peringkat Indonesia Naik 19 Posisi pada tahun 2015, skor CPI Indonesia sebesar 36 dan menempati urutan 88 dari 168 negara yang diukur. Lebih lanjut, dalam artikel tersebut juga disampaikan bahwa  skor dan peringkat Indonesia masih belum mampu menandingi skor dan peringkat yang dimiliki oleh Malaysia (50), dan Singapura (85), dan sedikit di bawah Thailand (38). Indonesia lebih baik dari Filipina (35), Vietnam (31), dan jauh di atas Myanmar (22).
sumber: www.ti.or.id

      Masih dari situs yang sama namun dalam artikel yang berbeda yang berjudul survei presepsi korupsi, dikatakan bahwa Corruption Perception Index (CPI) 2014 yang diterbitkan secara global oleh Transparency International menempatkan Indonesia sebagai negara dengan level korupsi yang tinggi. Dalam CPI 2014 tersebut, Indonesia menempati posisi 117 dari 175 negara di dunia dengan skor 34 dari skala 0-100 (0 berarti sangat korup dan 100 berarti sangat bersih). Korupsi secara khusus disebut menempati urutan teratas dari 18 (delapan belas) faktor penghambat kemudahan berusaha di Indonesia.
Rasanya dalam paragraf pembuka saya setidaknya apa yang saya katakan "realistis" tidak begitu naif. Jikalau dalam situs transparency international (TI) disebutkan bahwa korupsi menempati urutan teratas dari 18 penghambat kemudahan berusaha di Indonesia. Seharusnya hal ini berdampak pada sedikitnya investor luar maupun dalam negeri yang menanamkan modalnya.
Apakah benar demikian? Oke lebih lanjut saya menelusuri data investasi yang ada pada situs milik pemerintah yakni  www.bkpm.go.id, dalam situs milik pemerintah ini disampaikan secara terpisah statistik realisasi penanaman modal asing dan dalam negeri yang kesemuanya terdiri dari sektor primer, sekunder dan tersier dari tahun 2010 sampai dengan 2016. Untuk lebih ringkas saya akan menyampaikan total dari realisasi penanaman modal asing  dan penanaman modal dalam negeri. Mengingat tahun 2016 masih berjalan, maka data yang saya tampilkan dari tahun 2010 sampai dengan 2015 sebagai berikut:


Modal
Tahun

2010
2011
2012
2013
2014
2015
Luar Negeri
(dalam US$. Juta)
16214,8
19474,5
        24.564,7

       28.617,5

    28.529,7


29.275,9

Dalam Negeri
(dalam Rp. Miliar)
        60.626,3

        76.000,7

        92.182,0

  128.150,6

  156.126,2

  179.465,9


Berdasarkan data statistik dari BKPM tersebut terlihat bahwa dari rentang 2010 sampai dengan 2015 terjadi peningkatan yg cukup signifikan dari sisi penanaman modal asing dan dalam negeri. Jadi berdasarkan “data” tersebut bolehlah diaktakan mungkin atau barangkali korupsi bukanlah “faktor penghambat kemudahan berusaha di Indonesia”.
Secara pribadi saya tidak pula menyangsikan data CPI dari TI mapun data realisasi investasi dari BPKM. Dalam pada itu sepatutnya kita harus mencurigai atau mungkin lebih halusnya “mewaspadai” terhadap investor “yang bersedia” menanamkan modalnya dinegara yang masih terbelit dengan korupsi yang sangat akut.
Terkait hal tersebut diatas, saya sependapat dengan pensiunan analis Departemen Pertahanan AS,  Franklin "Chuck" Spinney. Dalam sebuah artikel di sindonews.com yang berjudul “mesin roket besar AS-Ukraina dinilai jadi formula untuk bencana”Spinney mengatakan bahwa “Sebuah upaya bersama Amerika Serikat (AS) dan Ukraina untuk membuat mesin roket besar guna menggantikan mesin roket Rusia dinilai akan menjadi formula untuk bencana. Alasannya, Ukraina masih mengalami masalah besar soal korupsi. Lebih lanjut Ia mengatakan “jika proyek itu tetap nekat dijalankan bersama maka ke depannya akan menghadapi masalah besar. Dari sudut pandang manajemen program, berdasarkan pengalaman saya di Departemen Pertahanan, bekerjasama dengan pihak korup—dan mungkin tidak kompeten—antara Ukraina dengan kontraktor pertahanan AS, adalah ruang formula untuk bencana anggaran, jadwal, kinerja,” .
Apa yang diungkapkan Spinney tentunya sangat rasional bagi saya, tetapi entah menurut anda? Apakah kita cukup waras ingin berdagang dengan begundal? Jika iya maka konsekuensi segala kecurangan dan tipu muslihatnya siap kita tanggung sendiri atau mungkin jika anda ingin berdagang dengan begundal tentu “ada maksud tersembunyi” dibalik “kerelaan” anda untuk berdagang dengan begundal.



0 Komentar, saran silahkan disini:

Post a Comment