Wednesday, November 16, 2016

Mitos Tentang Hukum

Oleh: Hendrasyah Putra


Bagi kalangan mahasiswa atau sarjana hukum istilah rechtstaat (negara hukum) adalah sebuah pakem dimana keberadaanya harus terjaga dan secara teoritis hukum menjadi panglima dalam menegakan keadilan dan kebenaran serta  tidak bisa dilakukan adanya upaya penekanan dari luar hukum.
Satjipto Rahardjo si pengagas hukum progresif ini dalam banyak bukunya yang saya baca menekakan bahwa hukum itu harusnya untuk manusia dan bukan sebaliknya. Dalam banyak bukunya yang bercerita hukum dalam interaksi sosial masyarakat itu juga menekankan bahwa hukum bukanlah sebuah lembaga otonom yang tidak bebas nilai. Jadi bisa dipengaruhi juga ya???
Dalam pada itu kita sebagai masyarakat yang secara tertulis dalam konstitusi dibawah dalam naungan negara hukum ini kiranya sering disuguhi istilah seperti equality before the law, presumtion of inocent, nullum delictum nula poena sine praevia lege poenali, dan yang tak kalah usang adalah Fiat justitia ruat coeleum. Rasanya semua asas ini menjadikan hukum Indonesa sempurna, kalo boleh saya katakan bravo!!!


Een zalf op de wond :Sedikit obat untuk luka yang diderita

foto:allenkelana7.blogspot.com

Adalah sosok Hakim Marzuki yang menangani dan memutus perkara dalam kasus “nenek tua” pencuri ubi kayu (singkong) melawan Penuntut Umum, dimana perkara ini dilaporkan PT AKB yang merasa dirugikan karena beberapa bongkah singkongnya hilang. Marzuki seolah menjadi pahlawan yang serupa seperti sosok jagoan dalam film-film India yang mampu melawan sekelompok begundal seorang diri sehingga rasa keadilan yang tercabik bisa diobati. So sweet memang ditengah kegaduhan penegakan hukum akan tuntutan “rasa keadilan” yang melanda negeri yang mengklaim secara de jure sebagai negara hukum.
Jika yang manis-manis sudah didapat dimuka tulisan ini, maka saya sarankan jangan terlalu banyak mengkonsumsi yang manis-manis. Karena segala sesuatu yang berlebihan (melebihi batas) itu tidak baik, rasanya tidak pas jikalau kehidupan ini hanya manisnya saja, pastinya ada rasa pahit dan asamnya juga kan.

Equality before the law: Kesamaan dimuka hukum

foto: zaskia; sidomi.com dan sonya; medanbagus.com

Saya tidak tau rasanya pahit atau asam kah ini ketika pedangdut Zaskia Gotik (goyang itik) yang terbukti secara hukum menistakan Pancasila dalam sebuah program hiburan dengan mengganti sebuah sila dengan kata “bebek nungging” malah kemudian menjadi duta Pancasila.  Kasus serupa juga menimpa Sonya Eka Rina Dapari yang melanggar lalu lintas dan mengancam polantas (polwan dalam rekaman video) malah jadi duta narkoba. Waw hebat ya, petualangan perilaku menistakan Pancasila dan mengancam aparat penegak hukum malah berbuah manis, mungkin inikah yang dimaksud dengan “equality before the law”  atau rejeki durian runtuh???
Belakangan ini pun kasus “menistakan” juga terjadi lagi dan oleh Polri pelaku “baru saja” dijadikan tersangka. Terlepas dari begitu “rumitnya” hal tersebut, demi “equality before the law”  akan diberi mandat sebagai “duta” apa ya? adakah yang ingin mencobanya??? 


Fiat justitia ruat coeleum: Tegakan hukum walau langit runtuh
Adagium yang sangat berlebihan sih memang, walau langit runtuh (kiamat) hukum pun masih ditegakan, tapi tak apalah untuk menjadi penyemangat orang yang awam hukum seperti kita ini.
foto: Abu Bakar Ba'asyir; bbc.com dan Archandra Tahar; suaranasional.com

Entah mengapa adagium ini malah mengingatkan saya dalam kasusnya Abu Bakar Ba'asyir yang dituduh/didakwa melakukan tindak pidana terorisme. Uniknya Abu Bakar Ba'asyir mendekam di hotel prodeo dengan dijerat pelanggaran imigrasi. Ya begitulah, bagaimanapun juga hukum harus ditegakan (walau langit runtuh).
Ya walaupun dikemudian hari untuk kasus pelanggaran imigrasi yang sama pernah menimpa “mantan” Menteri ESDM Archandra Tahar (kini Wamen ESDM) dimana mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berkicau (tweet) dalam twitter nya (14/08/2016) dan menulis "Ya, kita jadi ingat. Abu Bakar Ba’asyir dulu dipidanakan karena dokumen keimigrasian juga,". Menarik memang tapi ya sudahlah, penegakan hukum memang unik kok.

foto:thecandidat.com

Ngomong-ngomong masalah dokumen “palsu” ini saya jadi teringat dengan kasusnya mantan ketua KPK Abraham Samad. Kasus ini dimana Feriyana Lim (asal Pontianak) yang merantau ke Makasar dan memalsukan  Paspor dan KTP, dan Feriyana sendiri dalam pada itu masuk dalam KK Samad yang kemudian menjadikan Samad tersangka dalam pemalsuan dokumen ini. Kasus ini pun berhenti seiring penerbitan seponering oleh Jaksa Agung, M Prasetyo. Yap, seperti menonton telenovela atau melodrama dengan alur cerita menegakan hukum walau langit runtuh tentunya.
seponering adalah pengesampingan perkara demi kepentingan umum yang merupakan kewenangan Jaksa Agung.

Epilog: Hukum adalah panglima (dan patuh pada raja-Nya)
Jangan terlalu sedih ya, karena di Amerika Serikat sekalipun yang mengklaim negara demokratis dan menjamin HAM (hak asasi manusia) juga demikian. Berikut akan saya kutip sedikit kisah “keangkeran” mitos hukum yang tajam kebawah dalam sebuah buku tulisan James Petras yang berjudul “Zionisme dan keruntuhan Amerika”:
Dr. Rafil Dhofer menerima hukuman penjara selama 22 tahun untuk ‘kejahatan’nya melawan Israel, walau beliau tidak pernah terbukti bersalah atas kejahatan apapun di Amerika. Para pembela dan pengacara mereka tidak pernah diperbolehkan untuk menanyai “saksi” rahasia dari pihak asing tersebut.

Kisah diatas jadi mengingatkan saya beberapa pihak yang menurut saya terlalu “paranoid” akan kondisi Indonesia yang akan menyerupai Suria (salah satunya Buya Syafi’i Ma’arif). Bagi saya hal tersebut terlalu berlebihan, jikalau kita ingin membandingkan apple to apple saya pikir kondisi yang “tumpul kebawah” ini lebih menampakan kesamaan antara AS dan Indonesia.

        Biar tidak terlalu kecewa, menurut hemat saya jangan berharap lebih teori-teori manis dan asas-asas tentang hukum yang terlalu membuai kalbu. Satjipto Rahardjo yang mengagas ide hukum progresif juga mengkaui bahwa hukum itu tidak bebas nilai (terlepas dari tujuan positif tidak bebas nilai itu sendiri). Jadi tak ada salahnya jugakan jikalau beberapa pihak ataupun yang awam dari perkuliahan hukum itu sendiri beranggapan bahwa hukum itu memang alat (panglima) untuk si penguasa (raja-Nya). 

0 Komentar, saran silahkan disini:

Post a Comment