Oleh:Hendrasyah Putra
67 tahun
Indonesia tahun ini terasa begitu berbeda dan spesial. Berbeda mengingat hari
proklamasi tahun ini bertepatan dengan bulan suci ramadan dan menjadi begitu
spesial karena nikmat hari proklamasi tahun ini menjadi lebih nikmat dengan
datangnya hari kemenangan bagi umat Islam (idul fitri).
IRONI KEMERDEKAAN
Ironi
kemerdekaan, ya mungkin begitulah sebuah pertanyaan yang begitu banyak muncul
di benak orang indonesia. Apakah indonesia sudah merdeka? Hmmm... rasanya hal
ini setiap tahun sejak dimulainya keterbukaan akan informasi dan ekspresi
pertanyaan-pertanyaan semacam ini semakin menyeruat dan membahana.
Aneh memang,
sebuah negara yang telah merdeka selama 67 tahun ini malah menelorkan begitu
banyak pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan sebuah pesan yang begitu pesimis.
Seolah tak ada lagi semangat yang membakar jiwa dan raga untuk merubah keadaan
seperti dahulu kala, dari bangsa yang terjajah kemudian menajadi suatu bangsa
yang merdeka dan berdaulat.
ilustrasi baliho 17 Agustus |
Setiap tahun kini Indonesia tak ubahnya direpotkan dengan persiapan sebuah event besar. Event peringatan dimana Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Negeri ini seakan kembali di sulap dengan pernak-pernik merah putih dan juga baliho “politikus” dan “mafioso“ yang menjadi “tim hore” dalam setiap perayaan hari-hari besar.
Bagi saya
hal ini sudah tentu menjadi barang tontonan yang wajar. Saya kirapun masyarakat
sudah makfum dengan adanya hal seperti ini. Maklum orang Indonesia memang suka
yang ramai dan meriah seperti ini. Tak perduli apa yang harus dilakukan
kedepannya, yang terpenting adalah acara tahunan ini harus ramai dan meriah,
jadi nampaklah kesan “mampu” walaupun hanya sekilas saja.
Oh ya, suatu
hal yang hampir saya lupakan. Adalah suatu acara apel peringatan 17 agustus
yang tentunya menjadi kewajiban bagi para “pelayan masyarakat” untuk menghadiri
dan menjadi peserta apel tersebut. Apel yang saya kira sama modelnya ketika
saya masih sering mengikutinya dimasa SMP dan SMA ini rasanya memang menjadi sebuah “ritual” yang wajib hukum nya.
Ritual yang tentunya selalu mengumandangkan Pancasila serta Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 ini hanya menjadi sebuah simbol cita-cita para pendiri bangsa. Jika mencermati
isi Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, rasanya sangat “ngeri”
jika kita berani melafazkannya tetapi kita tidak berbuat seperti apa yang telah
di lafazkan itu. Dan mungkin yang lebih mengerikan adalah jika apel 17 Agustus
tersebut diikuti oleh para mafia yang begitu fasih dan lantang dalam melafazkan Pancasila, serta hafal Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dan batang tubuhnya. ah sudahlah, janganlah bingung dan menjadi kesal, “This
is Indonesia”...
IRONI KEMENANGAN
Berselang dua
hari kemudian, Detik-detik dimana masyarakat menanti hasil keputusan sidang isbat oleh Kementrian Agama pada waktu petang pun berlalu. Kementrian agama melalui rapat singkat memutuskan bahwa 1 syawal ditetapkan pada hari minggu tepatnya tanggal 19 Agustus 2012.
Sampailah pada hari yang begitu dinanti dan juga begitu menyedihkan untuk menyambut 1 syawal dan meninggalkan ramadan. Hari dimana umat islam bersuka cita untuk menyambut kemenangan ini menurut saya semakin hari semakin aneh.
Sampailah pada hari yang begitu dinanti dan juga begitu menyedihkan untuk menyambut 1 syawal dan meninggalkan ramadan. Hari dimana umat islam bersuka cita untuk menyambut kemenangan ini menurut saya semakin hari semakin aneh.
Seketika itu
suasana kontras berubah. Gema takbir, tahmid dan tahlil seakan “nyaris tak
terdengar” ditelan dahsyatnya suara petasan dan tentunya suara meriam karbit
yang begitu menggemparkan dan menggetarkan.
Ilustrasi Meriam Karbit |
Wuihhh....”super
sekali” suara meriam karbit itu. Seorang teman pun bercakap kepada saya, itu
diseberang meriam karbitnya dirakit menggunakan drum-drum, makanya hasil yang
diharapkan pun begitu memuaskan, sehingga bisa “menggetarkan” rumah saya, “meretakkan”kaca
jendela saya dan tentunya yang paling membuat kesal adalah “membangunkan” bayi
mungil saya dari tidur pulasnya.
Bayi mungil
dimana banyak harapan saya yang tercurahkan dalam sebuah khayalan masa depan
itu agaknya terbuyarkan oleh sebuah perayaan yang saya kira cukup “lebay”
dengan dentuman yang sangat mengganggu dari meriam karbit. Sungguh sangat jauh sekali dari konsep hari kemenangan yang diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Walaupun demikian, tetap saja ada yang berisikukuh dan mengatakan bahwasnya hal tersebut adalah budaya. Tapi otak kiri saya malah menggelitik
saya untuk tertawa sembari mengatakan, “apakah budaya itu harus mengganggu?”
ataukah kita setuju dengan hal yang hanya sering dilakukan berulang-ulang dan
dimodifikasi peralatannya sehingga menimbulkan efek gangguan kepada orang yang dalam
kondisi sakit, anak bayi yang sedang terlelap tidur dan para sahabat kita yang
sedang mengumandangkan takbir, tahmid dan tahlil??
Ah sudahlah,
saya melupakan kalau saya tinggal di Indonesia. Bangsa yang dimana orang-orang
kebanyakan lebih terfokus pada sebuah ritual, keramaian dan kebisingan ini
memang menguji tingkat kesabaran saya.
SEBUAH KORELASI
Dipikiran saya
yang terbesit adalah sebuah korelasi antara perilaku dan hasil yang didapat
Indonesia kini adalah wajar kiranya. Sikap kita yang tidak pernah serius
menyikapi Pancasila, Konstitusi (UUD 1945) dan bulan suci ramadan (bagi umat
islam) tentunya setimpal dengan apa yang kita dapati kini.
Pesan-pesan
akan ketuhanan, berbagi dan merasakan penderitaan bagi kaum tidak mampu hanya
menjadi kata-kata mutiara yang indah, tetapi kita tetap doyan menyakiti dan
senang melihat saudara-saudara kita yang lainnya tenggelam dalam kesusahan.
Saya tak
perlu lagi mengukit “tragedi tenggelamnya kapal di muara jungkat dan mahalnya
harga BBM” atau “kisruh pembagian zakat” yang selalu berulang setiap tahunnya. Saya
rasa masyarakat kini sudah secara tegas menentukan pilihannya melalui sikapnya
yang begitu Ironi dengan apa yang diucapkannya dan apa yang dirayakannya.
Dirgahayu Republik Indonesia ke-67 dan selamat hari raya idul fitri, mohon maaf lahir dan batin...
0 Komentar, saran silahkan disini:
Post a Comment