Oleh : Hendrasyah Putra
Sudah ganti makanmu, itulah kata-kata yang
disampaikan oleh seorang pelawak (Tukul) yang membintangi salah satu iklan
layanan masyarakat. Ketika menonton iklan layanan masyarakat yang beberapa
minggu belakangan ini sering diputar pada stasiun televisi, terbesit dipikiran
saya bahwa ada usaha dari pemerintah untuk mengganti kebiasaan atau mungkin
ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras.
I
breaking of habbits,
sebuah lagu yang pernah di populerkan oleh Linkin Park ini terus memicu saya
untuk lebih sensitive lagi dengan melihat realitas yang tentunya sangat mudah
ditemukan dalam sebuah laboratorium raksasa yang kita sebut dengan Indonesia.
Ancaman akan pemanasan bumi, kekurangan
pangan dan krisis bahan bakar telah menjadi hantu di seluruh dunia.
Langkah-langkah strategis pun diambil oleh negara-negara dunia termasuk pula
Indonesia.
Maka, dalam pada itu Presiden Yudhoyono
mencanangkan Gerakan Nasional Penghematan Penggunaan Energi, sebagaimana dalam
pidatonya, Presiden Yudhoyono meminta agar gerakan hemat BBM dan listrik
diikuti seluruh elemen masyarakat, termasuk unsur pemerintah pusat dan daerah.
Pers, melalui media cetak, elektronik dan
televisi belakangan sempat menjadikan trending topik tentang Gerakan Nasional
Penghematan Penggunaan Energi, hal ini terbukti dengan begitu banyaknya
pemberitaan yang mengangkat kebijakan daerah atau Kepala Daerah yang menggunkan
kendaraan umum dihari-hari tertentu untuk berangkat ke kantornya.
Mobil Dinas Presiden RI |
Plat merah yang menandakan mobil tersebut milik
negara/rakyat, ternyata lebih mengindikasikan sebuah simbol kesombongan dan
pemborosan. Bukankah ini sesungguhnya begitu bertentangan dengan apa yang telah
dihimbau oleh pemerintah itu sendiri. Apakah ini yang dinamakan dengan cara
berhemat?
Tak salah kiranya kita bertanya-tanya
tentang kredibelitas dan integritas pihak-pihak yang menggunkan fasilitas
negara tersebut. Tidak hanya sampai disitu saja, belakangan muncul keluhan pelayan
masyarakat terhadap “kecilnya” gaji yang mereka terima, sehingga hal tersebut
berdampak pada kinerja yang tidak maksimal, bahkan lebih gilanya lagi dapat
mendorong mereka untuk berbuat korup.
Menurut hemat saya, akan jauh panggang
dari api jika pemerintah menghimbau rakyatnya untuk berhemat, tetapi dalam
keseharian mereka begitu boros dalam menggunkan fasilitas negara.
Pada titik ini saya jadi teringat dengan
wawancara Presiden Iran, Mahmoud
Ahmadinejad ketika diwawancarai oleh TV Fox (AS) soal kehidupan pribadinya.
Berikut adalah petikan percakapan antara reporter TV Fox dan Presiden Ahmadinejad
:
Reporter : Saat anda melihat di cermin setiap
pagi, apa yang anda katakan
pada diri anda?
Ahmadinejad : Saya melihat orang di cermin itu dan
mengatakan padanya."Ingat,
kau tak lebih dari seorang pelayan, hari di
depanmu penuh dengan
tanggung jawab yang berat, yaitu melayani
bangsa Iran .
Kau tak lebih dari seorang pelayan, dan
bukan kata sebagai “kau adalah seorang pemimpin”. Sebuah perilaku yang tentunya
sangat luhur dan patut di contoh ketika seorang pemimpin mendedikasikan dirinya
untuk melayani rakyatnya.
Kata-kata yang dilontarkan Priseden Ahmadinejad
tersebut bukanlah sekedar pepesan kosong belaka. Apa yang diakatakannya
tersebut tercermin dalam kesehariannya yang begitu sederhana.
Sebagai Presiden di negeri yang kaya akan
minyak, Ia bahkan tidak memiliki mobil pribadi
yang lebih baik daripada mobil dinas Camat di Indonesia. Jika kita ketahui
mobil dinas Camat yang sering kita jumpai sekelas Innova/avanza/xenia/terrios/rush,
mobil Priseden Ahmadinejad hanyalah sebuah mobil Peugeot 504 buatan tahun 1977,
dan tentunya bukan mobil baru, melainkan bekas!
Mobil Dinas Camat disalah satu Kabupaten di Indonesia |
Mobil Pribadi Presiden Iran |
Hal yang begitu bertolak belakang dengan
kondisi Iran. Priseden Ahmadinejad malah mengeluarkan kebijakan tentang Pesawat
Terbang Kepresidenan, Ia malah mengubahnya menjadi pesawat kargo sehingga dapat
“menghemat pajak masyarakat” dan untuk dirinya, Ia bahkan meminta terbang
dengan pesawat terbang biasa dengan “kelas ekonomi”.
Dengan perilaku yang sesuai dengan ucapan,
serta dengan kesederhanaan maka tak heran jika Ia begitu dicintai rakyatnya, karena Ia lebih
mementingkan memperbaiki ekonomi negara ketimbang bidang-bidang lain dan
memperjuangkan setiap pendapatan minyak bumi agar jatuh ke meja makan rakyat
Iran.
Dibelahan bumi lainnya, dimana tempat
laboratorium terbesar di dunia (Indonesia), dimana Pemerintahnya memiliki
stigma buruk dimata rakyatnya adalah sebuah fakta atas segala akibat dari
perilaku dari para pemimpinnya.
Dalam pemberitaan di equator tanggal 12 Juni 2012, pada halaman 5,
diberitakan bahwa “Citra Dewan Makin Jeblok”. Isi dari berita itu sendiri
adalah sebuah hasil survei oleh Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) tentang lembaga
yang terkorup di Indonesia.
Hasil survei tersebutpun kiranya sudah
tidak lagi membuat kita terkejut. Adalah DPR dalam peringkat teratas dalam
korupsi diikuti oleh Ditjen Pajak, Kepolisian dan Kejaksaan.
Citra buruknya para pemimpin Indonesia (tercermin pada lembaga negara yang begitu korup) ini
kiranya sangat begitu relevan dengan perilaku masyarakat yang juga acuh tak
acuh jika dinasehati oleh para pemimpin yang mereka anggap buruk.
Pada titik ini, saya berfikiran bahwa
wajar kiranya bagi masyarakat jika mereka menimbun bahan bakar minyak atau
mengoplos gas untuk kepentingan pribadinya. Adalah alasan ekonomi yang menjadi
dasar utama tindakan mereka itu. Dan bukankah hal ini adalah saudara kembar
alasan bagi pihak pemerintah (eksekutif, legislatif dan yudikatif) ketika mereka
beralasan gaji kecil serta fasilitas tidak memadai?
Dahulu, Indonesia juga memiliki
pemimpin-pemimpin yang memiliki integritas dan kualitas. Sebut saja mantan
Kapolri almarhum Jendral polisi Hoegeng dan Almarhum mantan Jaksa Agung
Baharudin Loppa.
Naik ojek ke kantor atau menolak pemberian
yang tak jelas asal usulnya bukanlah hal tabu bagi mereka. Pengabdian dan
memberikan pelayanan bagi bangsa dan negara tentunya menjadikan perilaku
terhormat mereka ini akan selalu dikenang dan didambakan oleh orang-orang yang
cinta akan Indonesia.
Kisah mereka ini tentunya hanya sekelumit
dari orang-orang baik yang kebetulan terangkat dan ditulis oleh pena.
Diluar sana tentunya masih banyak lagi manusia-manusia Indonesia yang memiliki Integritas
dan Kualitas. Tentunya Tugas Kita untuk mendorong dan mengangkat kepermukaan
orang-orang seperti ini.
I
breaking of habbits, tentunya
ini adalah langkah awal kita untuk merubah diri dan Indonesia dari segala kebiasaan
buruk. Saya kira sudah saatnya kita meninggalkan alasan-alasan kerdil untuk
lebih membaikan Indonesia. Indonesia yang aman, damai dan sejahtera bukanlah
suatu keniscayaan jika kita (dan tentunya pemerintah) berani memulai untuk meninggalkan kebiasaan buruk
kita. Selamat mencoba.
hmmm pelayan bukan pemerintah pernah di gagas oleh bung hatta, sayang ide tersebut tidak digunakan hingga diganti pemerintah,menarik di kaji beberapa orang seperti, hatta, moh natsir dan tentunya Ahmadinejad memilki kehidupan sederhana atau Zuhud berkorelasi dengan tingkat nilai keagamaan yang cukup tinggi
ReplyDeleteyoi gan. btw penggunaan kata-kata pelayan itu juga sebenarnye ane gunakan dari pendekatan orang-orang jepang yang didasari dengan samurai (pelayan), untuk indonesia, kata pemerintah lebih kental dengan penguasa (raja2) yang lebih cenderung harus dilayani, sehingga hal-hal seperti protokoler yang panjang lebar tetap ada, meskipun hal tersebut pernah coba di hilangkan oleh belanda, tetapi "This Is Indonesia"
ReplyDelete