Oleh:
Hendrasyah Putra
Proses
dan hasil, adalah sebuah peristiwa yang selalu muncul dan saling melengkapi
satu sama lain. Adalah sebuah hal yang seharusnya dimana proses yang baik akan
menghasilkan yang baik pula, walau tidak menutup kemungkinan juga bahwa proses
yang baik tidak akan menghasilkan apa yang telah diharapkan. Dalam pengamatan
saya pada konteks Indonesia yang kekinian telah terjadi penghilangan “proses”
sehingga segala sesuatu hanya tergantung dan bersandarkan pada hasil.
Adalah
bagaimana pola “jalan pintas” lebih mendominasi alam pikiran kita untuk
mencapai hasil yang diinginkan sehingga sedemikian rupa mengenyampingkan sebuah
proses yang seharusnya.
Menarik
bagi saya ketika Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam
bukunya "Why Asians Are Less Creative Than Westerners" (2001)
mengatakan bahwa kebanyakan orang asia dalam budaya mereka, ukuran sukses dalam
hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta
lain). Ini mengapa derajat pada orang Indonesia beberapa atau mungkin
kebanyakan sangat tergantung pada pakaian, kendaraan atau iring-iringan yang
panjang (pejabat) jika sedang berpergian.
Dalam
pada itu, tak jarang salah satu atau beberapa dari kita menganggap hina dan
rendah pedagang kaki lima atau pedagang asongan, padahal seharusnya mulia atau
tingginya derajat seseorang itu harusnya dilihat dari bagaimana cara dia
berusaha untuk menyambung hidup. Jika seseorang menyambung hidup dengan cara
yang haram tentu tidak ada kemuliaan dan sudah tentu derajatnya sangat rendah.
Dalam
beberapa kurun waktu terkahir memang saya tidak memungkiri bahwa pola jalan
pintas untuk mencapai tujuan ini bukan hanya pada kalangan atas saja, tapi juga
merasuki dari kalangan bawah dan menengah (termasuk para aktivis dan mantan
aktivis didalamnya).
Liputan
bagaiamana hinanya perilaku pedagang asongan yang menipu pelanggan dengan
memasukan zat-zat berbahaya, kemudian bagaimana aksi persengkokolan yang gagal
antara calo CPNS dan calon CPNS serta aksi korupsi yang selalu mengiasi layar
kaca televisi seakan mengisyaratkan tidak ada lagi orang baik dinegeri ini.
Menurut
hemat saya, uniknya negara ini memang pada pemberitaan tentang perilaku jalan
pintas untuk memperkaya diri sendiri tersebut seakan hanya menjadi tontotonan
saja tetapi disisi lain perilaku jalan pintas untuk memperkaya diri sendiri
tersebut tetap saja dilakukan. Memang fakta dimana tongkrongan global paradigma
lokal telah dan sedang membelit otak bangsa kita.
Lekatnya
perilaku jalan pintas tersebut memang tak lepas dari tidak adanya kepercayaan
dari rakyat kepada pemerintah khususnya
pada sisi penegakan hukum. Bagaimana tidak, fakta dimana pedagang kaki lima
yang menggunakan zat-zat berbahaya selalu berdalih dengan alasan untuk bertahan
hidup dan untuk menafkahi sanak familinya (kesejahteraan).
Hal inipun
semakin komplit dengan ditambahnya kasus perebuatan bekingan cabang usaha oleh
dua institusi pertahan dan keamanan dinegeri ini. Alasannya pun tak jauh beda
dengan pedagang kaki lima diatas, yakni kesejahteraan. Memalukan memang, tapi
itulah faktanya.
Fakta
dimana hasil memang menjadi sebuah fakta keberhasilan memang mendorong bangsa
ini kelembah kenistaan dan kemunduran dalam berpikir. Dengan mementingkan
hasil, maka jalan pintaspun ditempuh walau mengorbankan orang lain yang lebih
baik dari kita.
Fakta
dimana begitu banyak ahli-ahli dari Indonesia yang tersisihkan dan mendapatkan
posisi yang lebih baik diluar negeri tentu menjadi renungan kita bersama atas
perilaku jalan pintas dan atas segala pembenaran terhadap segala sesuatu yang
dinilai dengan “hasil”.
Dahulu
kita mungkin selalu jumawa dan kini masih juga sombong kepada negara tetangga
kita seperti Malaysia dan Singapura, tetapi fakta dimana nilai tukar rupiah
yang begitu rendah, infrastruktur yang tidak merata serta sumber daya alam yang
tidak tepat kelola tidak juga memberikan pelajaran bagi bangsa ini.
Begitu
memilukan tentunya ketika negara ini dengan jumlah penduduk yang lebih dari dua
ratus lima puluh juta jiwa dan memiliki sumber daya alam yang melimpah tidak
bisa menjadi negara besar dan kuat selain daripada mimpi dan wacana politisi
saja.
Menghargai
sebuah proses saya pikir adalah sebuah solusi yang tidak bisa dikompromikan
lagi. Saya pikir tidak ada pembenar untuk sebuah hasil instan dan jalan pintas.
Semoga memberikan pandangan yang berbeda.
0 Komentar, saran silahkan disini:
Post a Comment