Tuesday, December 16, 2014

PROSES DAN HASIL


Oleh:
Hendrasyah Putra

Proses dan hasil, adalah sebuah peristiwa yang selalu muncul dan saling melengkapi satu sama lain. Adalah sebuah hal yang seharusnya dimana proses yang baik akan menghasilkan yang baik pula, walau tidak menutup kemungkinan juga bahwa proses yang baik tidak akan menghasilkan apa yang telah diharapkan. Dalam pengamatan saya pada konteks Indonesia yang kekinian telah terjadi penghilangan “proses” sehingga segala sesuatu hanya tergantung dan bersandarkan pada hasil.
Adalah bagaimana pola “jalan pintas” lebih mendominasi alam pikiran kita untuk mencapai hasil yang diinginkan sehingga sedemikian rupa mengenyampingkan sebuah proses yang seharusnya.
Menarik bagi saya ketika Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam bukunya "Why Asians Are Less Creative Than Westerners" (2001) mengatakan bahwa kebanyakan orang asia dalam budaya mereka, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta lain). Ini mengapa derajat pada orang Indonesia beberapa atau mungkin kebanyakan sangat tergantung pada pakaian, kendaraan atau iring-iringan yang panjang (pejabat) jika sedang berpergian.
Dalam pada itu, tak jarang salah satu atau beberapa dari kita menganggap hina dan rendah pedagang kaki lima atau pedagang asongan, padahal seharusnya mulia atau tingginya derajat seseorang itu harusnya dilihat dari bagaimana cara dia berusaha untuk menyambung hidup. Jika seseorang menyambung hidup dengan cara yang haram tentu tidak ada kemuliaan dan sudah tentu derajatnya sangat rendah.
Dalam beberapa kurun waktu terkahir memang saya tidak memungkiri bahwa pola jalan pintas untuk mencapai tujuan ini bukan hanya pada kalangan atas saja, tapi juga merasuki dari kalangan bawah dan menengah (termasuk para aktivis dan mantan aktivis didalamnya).
Liputan bagaiamana hinanya perilaku pedagang asongan yang menipu pelanggan dengan memasukan zat-zat berbahaya, kemudian bagaimana aksi persengkokolan yang gagal antara calo CPNS dan calon CPNS serta aksi korupsi yang selalu mengiasi layar kaca televisi seakan mengisyaratkan tidak ada lagi orang baik dinegeri ini.
Menurut hemat saya, uniknya negara ini memang pada pemberitaan tentang perilaku jalan pintas untuk memperkaya diri sendiri tersebut seakan hanya menjadi tontotonan saja tetapi disisi lain perilaku jalan pintas untuk memperkaya diri sendiri tersebut tetap saja dilakukan. Memang fakta dimana tongkrongan global paradigma lokal telah dan sedang membelit otak bangsa kita.
Lekatnya perilaku jalan pintas tersebut memang tak lepas dari tidak adanya kepercayaan dari rakyat kepada  pemerintah khususnya pada sisi penegakan hukum. Bagaimana tidak, fakta dimana pedagang kaki lima yang menggunakan zat-zat berbahaya selalu berdalih dengan alasan untuk bertahan hidup dan untuk menafkahi sanak familinya (kesejahteraan).
Hal inipun semakin komplit dengan ditambahnya kasus perebuatan bekingan cabang usaha oleh dua institusi pertahan dan keamanan dinegeri ini. Alasannya pun tak jauh beda dengan pedagang kaki lima diatas, yakni kesejahteraan. Memalukan memang, tapi itulah faktanya.
Fakta dimana hasil memang menjadi sebuah fakta keberhasilan memang mendorong bangsa ini kelembah kenistaan dan kemunduran dalam berpikir. Dengan mementingkan hasil, maka jalan pintaspun ditempuh walau mengorbankan orang lain yang lebih baik dari kita.
Fakta dimana begitu banyak ahli-ahli dari Indonesia yang tersisihkan dan mendapatkan posisi yang lebih baik diluar negeri tentu menjadi renungan kita bersama atas perilaku jalan pintas dan atas segala pembenaran terhadap segala sesuatu yang dinilai dengan “hasil”.
Dahulu kita mungkin selalu jumawa dan kini masih juga sombong kepada negara tetangga kita seperti Malaysia dan Singapura, tetapi fakta dimana nilai tukar rupiah yang begitu rendah, infrastruktur yang tidak merata serta sumber daya alam yang tidak tepat kelola tidak juga memberikan pelajaran bagi bangsa ini.
Begitu memilukan tentunya ketika negara ini dengan jumlah penduduk yang lebih dari dua ratus lima puluh juta jiwa dan memiliki sumber daya alam yang melimpah tidak bisa menjadi negara besar dan kuat selain daripada mimpi dan wacana politisi saja.
Menghargai sebuah proses saya pikir adalah sebuah solusi yang tidak bisa dikompromikan lagi. Saya pikir tidak ada pembenar untuk sebuah hasil instan dan jalan pintas. Semoga memberikan pandangan yang berbeda.

0 Komentar, saran silahkan disini:

Post a Comment