Monday, December 1, 2014

MELAWAN HEDONISME

Presiden Iran menggunakan kemeja sobek

Oleh:
Hendrasyah Putra


Semenjak dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia ke tujuh, pemerintahan Joko Widodo telah banyak mengeluarkan kebijakan. Hal yang menarik bagi saya adalah bagaimana Pemerintahan Joko Widodo dalam usaha untuk melawan perilaku hedonis.
Perlawanan perilaku hedonis ini memang diawali dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan yang saya pikir positif, seperti mengurangi jumlah undangan perkawinan, menghapuskan atau mengurangi kegiatan di hotel atau tempat wisata serta mengurangi perjalanan dinas.
Adalah hal yang baik menurut saya dimana pemerintah harus mencontohkan perilaku hidup sederhana dan bertindak seperlunya saja dalam menyelenggarakan negara yang kemudian hal tersebut diharapkan dapat memicu masyarakat luas untuk tidak berprilaku hedonis, setidaknya tidak terlalu konsumtif.
Perlawanan terhadap prilaku hedonis juga pernah dilakukan oleh seorang pemikir islam Al-Ghifari yang hidup di era muawiyah, dimana kala itu dinasti muawiyah dihantui oleh pejabat yang berprilaku hedonis, dan perilaku hedonis tersebut selalu dikritik dan dilawan oleh Al-Ghifari.
Hal yang serupa juga pernah dilakukan oleh penjajah Belanda, ketika itu penjajah Belanda mencoba untuk mengurangi iring-iringan Bupati. Kala itu makin banyak iring-iringan maka derajat seseorang bupati juga makin tinggi, Belanda pun akhirnya bertindak untuk menghapuskan dan walalaupun hanya bisa mengurangi iring-iringan dari ribuan menjadi ratusan.
Belanda yang dihadapan dengan kebiasaan lokal kala itu memang agak kesulitan untuk menyesuaikan ritme kebiasaan belanda (eropa) dalam menjalankan tugas pemerintahan dan perdagangannya, oleh karena itu akhirnya Belanda mengubah strateginya dalam mengeksploitasi sumberdaya alam dan manusia Indonesia kala itu.
Contoh kasus adalah land stelsel (sistem sewa tanah) yang ternyata tidak bisa berjalan dengan baik dimasyarakat Indonesia dan akhirnya memaksa Belanda untuk merubah sistem menjadi culture stelsel dimana dalam sistem ini pengelolaan tanah dan pemanfaatannya disesuaikan dengan budaya atau kebiasaan orang Indonesia.
Perlawanan terhadap perilaku hedonis di era sekarang dapat kita lihat pada sosok mantan presiden Iran Mahmod Ahmadinejad, ketika beliau diangkat menjadi Presiden Iran, beliau membuat kebijakan yang saya pikir dimana orang Indonesia pasti akan mengatakan “lebay”.
Ketika menjabat sebagai Presiden, Ia menyumbangkan karpet di istana presiden ke mesjid, menghapus jamuan makan di istana,  mengubah pesawat kepresidenan menjadi pesawat logistik,  menyumbangkan gajinya (termasuk tunjangan kepresidenan), membawa bekal makan siang sendiri, pergi kekantor dengan mobil pribadi yang butut, tinggal dirumah pribadi dikawasan kumuh di kota teheran serta menikahkan anaknya dengan sangat-sangat sederhana sekali dengan menjamu para tamu datang dengan buah-buahan saja, maklum Ahmadinejad ketika menjadi presiden hanya menerima penghasilan sekitar Rp.2.000.000,- dari gajinya sebagai seorang dosen.
Diatas hanyalah sebagian kecil dimana negara-negara didunia berusaha melawan perilaku hedonis. Tentu bukan namanya perlawanan jika tiadak ada aral menghadang, seperti halnya dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan presiden jokowi yang  ditanggapi pro dan kontra, terakhir dengan adanya kebijakan "Membatasi jumlah undangan resepsi penyelenggaraan acara seperti pernikahan, tasyakuran dan acara sejenis lainnya maksimal 400 undangan dan membatasi jumlah peserta yang hadir tidak lebih 1000 orang”.
Beberapa teman banyak yang mengkritisi hal ini dengan membenturkan “kearifan lokal”. Mungkin untuk didaerah tertentu pesta perkawinan atau khitanan dijadikan sarana gotong royong dan sekalian pula hiburan.
Pada titik ini, menurut hemat saya harusnya kita mengapresiasi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah mengingat hal tersebut juga untuk kebaikan kita dan negara tentunya. Kearifan lokal yang ada tentunya tidak serta merta harus ditiadakan atau bahkan dilawan dengan adanya kebijakan seperti ini.
Kebijakan yang ada jika kita lihat secara jernih tentunya tidak ditujukan untuk mengusik kearifan lokal yang sudah ada, tetapi lebih ditujukan kepada penyelenggara negara yang selama ini terkesan hidup bermewah-mewahan dimana masih banyak masyarakat yang kurang mampu.
Memang saya akui bahwa tidak semua penyelenggara negara bermewah-mewahan atau mengadakan pesta-pesta keluarga yang didapat dari uang rakyat. Dalam konteks ini sekali lagi saya tekankan adalah apa yang dilakukan pemerintah adalah untuk melawan perilaku hedonis seperti apa yang telah dilakukan oleh Al-Ghifari, penjajah Belanda dan Ahmadinejad.
Lebih jauh, kita seharusnya mendorong semangat pemerintahan saat ini untuk melawan perilaku hedonis, bukankah setiap agama juga melarang segala sesuatu yang berlebih-lebihan??? Jika Tuhan melalui agama yang diturunkan nya sudah melarang hal yang berlebihan, mengapa kita masih mencoba menghindar dan mencari cara pembenar untuk berperilaku hedonis???

0 Komentar, saran silahkan disini:

Post a Comment