Presiden Iran menggunakan kemeja sobek |
Oleh:
Hendrasyah Putra
Semenjak dilantik
sebagai Presiden Republik Indonesia ke tujuh, pemerintahan Joko Widodo telah
banyak mengeluarkan kebijakan. Hal yang menarik bagi saya adalah bagaimana Pemerintahan
Joko Widodo dalam usaha untuk melawan perilaku hedonis.
Perlawanan perilaku
hedonis ini memang diawali dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan yang saya
pikir positif, seperti mengurangi jumlah undangan perkawinan, menghapuskan atau
mengurangi kegiatan di hotel atau tempat wisata serta mengurangi perjalanan
dinas.
Adalah hal
yang baik menurut saya dimana pemerintah harus mencontohkan perilaku hidup
sederhana dan bertindak seperlunya saja dalam menyelenggarakan negara yang
kemudian hal tersebut diharapkan dapat memicu masyarakat luas untuk tidak
berprilaku hedonis, setidaknya tidak terlalu konsumtif.
Perlawanan terhadap
prilaku hedonis juga pernah dilakukan oleh seorang pemikir islam Al-Ghifari
yang hidup di era muawiyah, dimana kala itu dinasti muawiyah dihantui oleh
pejabat yang berprilaku hedonis, dan perilaku hedonis tersebut selalu dikritik
dan dilawan oleh Al-Ghifari.
Hal yang
serupa juga pernah dilakukan oleh penjajah Belanda, ketika itu penjajah Belanda
mencoba untuk mengurangi iring-iringan Bupati. Kala itu makin banyak
iring-iringan maka derajat seseorang bupati juga makin tinggi, Belanda pun
akhirnya bertindak untuk menghapuskan dan walalaupun hanya bisa mengurangi
iring-iringan dari ribuan menjadi ratusan.
Belanda yang
dihadapan dengan kebiasaan lokal kala itu memang agak kesulitan untuk menyesuaikan
ritme kebiasaan belanda (eropa) dalam menjalankan tugas pemerintahan dan
perdagangannya, oleh karena itu akhirnya Belanda mengubah strateginya dalam
mengeksploitasi sumberdaya alam dan manusia Indonesia kala itu.
Contoh kasus
adalah land stelsel (sistem sewa tanah) yang ternyata tidak bisa berjalan
dengan baik dimasyarakat Indonesia dan akhirnya memaksa Belanda untuk merubah
sistem menjadi culture stelsel dimana dalam sistem ini pengelolaan tanah dan
pemanfaatannya disesuaikan dengan budaya atau kebiasaan orang Indonesia.
Perlawanan
terhadap perilaku hedonis di era sekarang dapat kita lihat pada sosok mantan
presiden Iran Mahmod Ahmadinejad, ketika beliau diangkat menjadi Presiden Iran,
beliau membuat kebijakan yang saya pikir dimana orang Indonesia pasti akan
mengatakan “lebay”.
Ketika
menjabat sebagai Presiden, Ia menyumbangkan karpet di istana presiden ke
mesjid, menghapus jamuan makan di istana, mengubah pesawat kepresidenan menjadi pesawat
logistik, menyumbangkan gajinya
(termasuk tunjangan kepresidenan), membawa bekal makan siang sendiri, pergi
kekantor dengan mobil pribadi yang butut, tinggal dirumah pribadi dikawasan
kumuh di kota teheran serta menikahkan anaknya dengan sangat-sangat sederhana
sekali dengan menjamu para tamu datang dengan buah-buahan saja, maklum
Ahmadinejad ketika menjadi presiden hanya menerima penghasilan sekitar
Rp.2.000.000,- dari gajinya sebagai seorang dosen.
Diatas hanyalah
sebagian kecil dimana negara-negara didunia berusaha melawan perilaku hedonis. Tentu
bukan namanya perlawanan jika tiadak ada aral menghadang, seperti halnya dengan
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan presiden jokowi yang ditanggapi pro dan kontra, terakhir dengan
adanya kebijakan "Membatasi jumlah
undangan resepsi penyelenggaraan acara seperti pernikahan, tasyakuran dan acara
sejenis lainnya maksimal 400 undangan dan membatasi jumlah peserta yang hadir
tidak lebih 1000 orang”.
Beberapa teman
banyak yang mengkritisi hal ini dengan membenturkan “kearifan lokal”. Mungkin
untuk didaerah tertentu pesta perkawinan atau khitanan dijadikan sarana gotong
royong dan sekalian pula hiburan.
Pada titik
ini, menurut hemat saya harusnya kita mengapresiasi kebijakan yang dibuat oleh
pemerintah mengingat hal tersebut juga untuk kebaikan kita dan negara tentunya.
Kearifan lokal yang ada tentunya tidak serta merta harus ditiadakan atau bahkan
dilawan dengan adanya kebijakan seperti ini.
Kebijakan
yang ada jika kita lihat secara jernih tentunya tidak ditujukan untuk mengusik
kearifan lokal yang sudah ada, tetapi lebih ditujukan kepada penyelenggara
negara yang selama ini terkesan hidup bermewah-mewahan dimana masih banyak
masyarakat yang kurang mampu.
Memang saya
akui bahwa tidak semua penyelenggara negara bermewah-mewahan atau mengadakan
pesta-pesta keluarga yang didapat dari uang rakyat. Dalam konteks ini sekali
lagi saya tekankan adalah apa yang dilakukan pemerintah adalah untuk melawan
perilaku hedonis seperti apa yang telah dilakukan oleh Al-Ghifari, penjajah
Belanda dan Ahmadinejad.
Lebih jauh,
kita seharusnya mendorong semangat pemerintahan saat ini untuk melawan perilaku
hedonis, bukankah setiap agama juga melarang segala sesuatu yang
berlebih-lebihan??? Jika Tuhan melalui agama yang diturunkan nya sudah melarang
hal yang berlebihan, mengapa kita masih mencoba menghindar dan mencari cara
pembenar untuk berperilaku hedonis???
0 Komentar, saran silahkan disini:
Post a Comment