Hak dan kebatilan
Oleh:
Hendrasyah Putra
Hak dan
batil, adalah musuh abadi dimanapun dan kapanpun. Agama atau bahkan kebudayaan
yang telah ditinggalkan oleh para leluhur kita sejatinya sudah mengajarkan bahwa
kebatilan selalu membawa malapetaka, sedangkan yang hak tentu akan memberikan
sebuah kemaslahatan.
Belakangan ini
saya sempat merenung tentang fenomena korup yang begitu mengakar sampai pada
tingkat orang yang ekonominya lemah sekalipun. Adalah sebuah alasan klasik
dimana pemenuhan kebutuhan hidup menjadi faktor utama pendorong terjadinya
perilaku korup tersebut.
Yang semakin
memilukan bagi saya adalah bagaimana perilaku korup tersebut juga merambah
kepada para aktivis. Alih-alih untuk mendorong sebuah pemerintahan yang bebas
korupsi, malah hal tersebut dijadikan titik masuk untuk tumbuhnya perilaku korup
dengan dalih memasukan orang-orang mereka dengan cara-cara yang bertentangan
dengan prinsip keadilan.
Adalah sebuah
sebuah fakta dimana begitu susahnya negeri ini melepaskan diri dari perilaku
korup masyarakatnya. Logika dimana jika makan dari hasil perbuatan yang batil
tentu ada konsekuensi logis atas perbuatan itu, terhadap dirinya ataupun pada
anak2nya. fenomena jika yang miskin dan kaya sama2 makan dari perbuatan batil,
maka tak heran jika perbuatan korup dianggap biasa saja.
Inilah
prinsip dimana "jika yang lain seperti itu, berarti kita juga boleh"
(pragmatis). well, sebuah fakta dimana negara dengan mayoritas penduduk
beragama islam, tetapi sangat jauh dari perilaku keislaman. kebenaran terkadang
pedih, tapi yang hak tetaplah yang hak tak akan tercampur kepada yang batil.
Hidup diantara
belantara kebatilan yang sudah merajalela tentu memberikan tantangan
tersendiri. Fakta dimana yang hak dianggap aneh atau bahkan dianggap yang batil
adalah sudah menjadi kelaziman ditengah-tengah masyarakat.
Adalah sebuah
ucapan, perilaku/tindakan, atau tinggalkan menjadi penunjuk arah ketika bertemu
sebuah tembok besar kebatilan. Tetapi secara pribadi saya kerap kali
menggunakan opsi pertama dan ke 3. Menyedihkan memang, ketika kita menyampaikan
sebuah kebenaran, tetapi kebenaran tersebut ditentang bahkan ditertawakan atau
ditolak dengan cara tidak bertindak sebagaimana apa yang telah dibenarkan, dan
akhirnya opsi yang ketiga diam dan tinggalkan menjadi senjata terakhir saya.
Saya pun
begitu menyadari bahwa begitu lemahnya kesabaran ini ketika melihat sebuah
kebatilan. Ingin marah semarah-marahnya, tapi kadang norma kesopanan dalam
masyarakat menjadi belenggu tersendiri. Kekurangan saya dalam hal kesebaran ini
menjadi titik lemah saya disisi lain yang tentunya sangat mudah untuk
dimanfaatkan oleh si pelaku korup.
Pada titik
ini saya jadi teringat dengan seorang sahabat akrab yang baru menyelesaikan S2
nya di Belanda. Adalah sebuah kebiasaan yang berbeda yang ada pada orang asia
dan eropa. Dimana orang-orang eropa tidak begitu suka dengan prolog atau
basa-basi, tetapi hal tersebut berkebalikan dengan orang asia khususnya
Indonesia dimana basa-basi menjadi wajib dan seolah-olah bagian dari norma
kesopanan.
Pada titik
ini saya sepenuhnya menyadari bahwa memang cara memperbaiki kerusakan tentunya
akan memiliki caranya masing-masing. Tetapi walau demikian saya sendiri
sejatinya tak begitu meyakini jika selama seseorang memakan makanan dari harta
yang haram orang tersebut bisa berfikir secara jernih dan berani untuk
menegakan yang hak dan memerangi kebatilan.
0 Komentar, saran silahkan disini:
Post a Comment