Monday, November 3, 2014

Hak dan kebatilan




Hak dan kebatilan
Oleh:
Hendrasyah Putra

Hak dan batil, adalah musuh abadi dimanapun dan kapanpun. Agama atau bahkan kebudayaan yang telah ditinggalkan oleh para leluhur kita sejatinya sudah mengajarkan bahwa kebatilan selalu membawa malapetaka, sedangkan yang hak tentu akan memberikan sebuah kemaslahatan.
Belakangan ini saya sempat merenung tentang fenomena korup yang begitu mengakar sampai pada tingkat orang yang ekonominya lemah sekalipun. Adalah sebuah alasan klasik dimana pemenuhan kebutuhan hidup menjadi faktor utama pendorong terjadinya perilaku korup tersebut.
Yang semakin memilukan bagi saya adalah bagaimana perilaku korup tersebut juga merambah kepada para aktivis. Alih-alih untuk mendorong sebuah pemerintahan yang bebas korupsi, malah hal tersebut dijadikan titik masuk untuk tumbuhnya perilaku korup dengan dalih memasukan orang-orang mereka dengan cara-cara yang bertentangan dengan prinsip keadilan.
Adalah sebuah sebuah fakta dimana begitu susahnya negeri ini melepaskan diri dari perilaku korup masyarakatnya. Logika dimana jika makan dari hasil perbuatan yang batil tentu ada konsekuensi logis atas perbuatan itu, terhadap dirinya ataupun pada anak2nya. fenomena jika yang miskin dan kaya sama2 makan dari perbuatan batil, maka tak heran jika perbuatan korup dianggap biasa saja.
Inilah prinsip dimana "jika yang lain seperti itu, berarti kita juga boleh" (pragmatis). well, sebuah fakta dimana negara dengan mayoritas penduduk beragama islam, tetapi sangat jauh dari perilaku keislaman. kebenaran terkadang pedih, tapi yang hak tetaplah yang hak tak akan tercampur kepada yang batil.
Hidup diantara belantara kebatilan yang sudah merajalela tentu memberikan tantangan tersendiri. Fakta dimana yang hak dianggap aneh atau bahkan dianggap yang batil adalah sudah menjadi kelaziman ditengah-tengah masyarakat.
Adalah sebuah ucapan, perilaku/tindakan, atau tinggalkan menjadi penunjuk arah ketika bertemu sebuah tembok besar kebatilan. Tetapi secara pribadi saya kerap kali menggunakan opsi pertama dan ke 3. Menyedihkan memang, ketika kita menyampaikan sebuah kebenaran, tetapi kebenaran tersebut ditentang bahkan ditertawakan atau ditolak dengan cara tidak bertindak sebagaimana apa yang telah dibenarkan, dan akhirnya opsi yang ketiga diam dan tinggalkan menjadi senjata terakhir saya.
Saya pun begitu menyadari bahwa begitu lemahnya kesabaran ini ketika melihat sebuah kebatilan. Ingin marah semarah-marahnya, tapi kadang norma kesopanan dalam masyarakat menjadi belenggu tersendiri. Kekurangan saya dalam hal kesebaran ini menjadi titik lemah saya disisi lain yang tentunya sangat mudah untuk dimanfaatkan oleh si pelaku korup.
Pada titik ini saya jadi teringat dengan seorang sahabat akrab yang baru menyelesaikan S2 nya di Belanda. Adalah sebuah kebiasaan yang berbeda yang ada pada orang asia dan eropa. Dimana orang-orang eropa tidak begitu suka dengan prolog atau basa-basi, tetapi hal tersebut berkebalikan dengan orang asia khususnya Indonesia dimana basa-basi menjadi wajib dan seolah-olah bagian dari norma kesopanan.
Pada titik ini saya sepenuhnya menyadari bahwa memang cara memperbaiki kerusakan tentunya akan memiliki caranya masing-masing. Tetapi walau demikian saya sendiri sejatinya tak begitu meyakini jika selama seseorang memakan makanan dari harta yang haram orang tersebut bisa berfikir secara jernih dan berani untuk menegakan yang hak dan memerangi kebatilan.

0 Komentar, saran silahkan disini:

Post a Comment