Wednesday, January 21, 2015

KORUPSI: APAKAH BENAR KEJAHATAN LUAR BIASA?


OLEH
HENDRASYAH PUTRA



Kejahatan luar biasa, mungkin dibenak kita hanya ada terorisme, korupsi dan narkotika. Beberapa hari yang lalu kejaksaan telah melakukan eksekusi hukuman mati bagi para pelaku kejahatan narkotika yang telah diputuskan bersalah oleh pengadilan.
Sebelum dilakukannya eksekusi mati, duta besar Belanda dan Brasil sempat mempertanyakan hukuman mati tersebut dan mengenai ditolaknya grasi bagi terpidana mati narkotika yang berasal dari Belanda dan Brasil. Walau demikian pemerintah Indonesia tetap tegas dalam penegakan hukum kejahatan narkotika dan menyatakan bahwa kedaruratan peredaran narkoba di Indonesia membahayakan masa depan Indonesia, hal inipun mendapat reaksi dari pemerintah Belanda dan Brasil, kedua negara ini kemudian memanggil duta besarnya dari Indonesia.
Selain kasus narkotika, sebelumnya kejaksaan juga telah melakukan eksekusi hukuman mati bagi terpidana terorisme. Hukuman yang menurut saya keras ini memang kiranya pantas jika dihadapkan dengan kejahatan yang luar biasa.
Tapi bagaimana dengan pelaku tindak pidana korupsi? Sampai saat ini saya belum pernah mendapati pelaku tindak pidana korupsi dijatuhi hukuman pidana mati. Dalam pengamatan saya terpidana korupsi malah sering dijatuhi vonis hukuman penjara dibawah lima tahun yang mana hukuman tersebut lebih cenderung mencerminkan tindak pidana ringan dimana ancaman hukumannya dibawah lima tahun.

Kita  tentunya masih ingat dengan kasus Gayus Tambunan yang bisa “kabur” dari Rutan Brimob kelapa dua dan kemudian keluyuran menonton pertandingan tenis di Bali dengan kacamata dan wig nya. Belum lagi perihal fasilitas mewah terpidana korupsi dilapas suka miskin hasil sidak dari Deny Indrayana yang ditayagkan Metro TV pada program Mata Najwa.
Saya pun meragukan bahwa korupsi menjadi kejahatan yang luar biasa dinegeri ini. Fakta dimana pelaku kejahatan korupsi ini diperlakukan “lebih manusiawi” jika dibandingan pelaku tindak pidana ringan seperti maling ayam, motor atau copet yang harus menghadapi peradilan jalanan dimana hukuman mati seperti dibakar atau dipukuli “sepuasnya” menjadi sebuah tantangan yang harus dihadapi.
Fakta unik dimana tersangka korupsi dikawal dan diberi pakaian atau rompi khusus tahanan korupsi oleh KPK/Kejaksaan sangat berbeda jauh dengan penjahat seperti maling ayam, motor atau copet yang kadang hanya menggunkan pakaian dalam dan kadang harus berjalan jongkok ketika digelandang menuju kantor polisi.
Kitapun rasanya sudah tak asing lagi ketika pihak Kepolisian menembak kaki pelaku kejahatan seperti maling ayam, motor atau copet yang berusaha melarikan diri dari kejaran Polisi. Hal ini tentu sangat berbanding terbalik dengan tersangka Korupsi yang ketika berusaha kabur dari kejaran pihak kepolisian/Kejaksaan tidak pernah ditembak kakinya.
Pada titik ini saya melihat bahwa dimana semakin besar kerugian yang timbul maka berbanding lurus dengan perlakuan baik yang diterima oleh pelaku kejahatan dan sebaliknya juga jika kerugian yang ditimbulkan kecil maka berbanding lurus dengan perlakuan kasar atau buruk yang diterima oleh pelaku kejahatan.
Mungkin benar kata pepatah bahwa “Pengetahuan bernilai lebih banyak dari emas”. Setidaknya kita bisa melihat bahwa tingkat pendidikan dalam melakukan tindak pidana itu sangat berpengaruh juga atas hukuman dan perilaku baik atau buruk yang kelak mereka akan terima pada konteks Indonesia kekinian. Karena menurut pendapat saya para pelaku korupsi tentunya kebanyakan mengenyam pendidikan tinggi atau bisa dikatakan cerdas dalam bertindak jika dibandingkan maling ayam, motor atau copet.
Pada titik ini saya mencoba menjernihkan fikiran dan berusaha melihat fakta-fakta perlakuan yang diberikan kepada pelaku kejahatan korupsi dan tindak pidana ringan ini. Jadi yang manakah sebenarnya yang masuk dalam golongan kejahatan luar biasa itu???

0 Komentar, saran silahkan disini:

Post a Comment