Saturday, December 27, 2014

TIDAK LEBIH BAIK

Ilustrasi saling tuding dan menyalahkan

Oleh:
HENDRASYAH PUTRA


Adalah menjadi sebuah hal yang sangat menakutkan ketika kita mengkritik orang lain tetapi malah kita sendiri ternyata tidak lebih baik dari mereka. Seorang teman pernah mengingatkan saya untuk atas apa yang pernah saya kritisi dalam sebuah tulisan yang pernah saya buat, dimana dikemudian hari ternyata saya juga melakukan perilaku yang saya kritik tersebut. Mengerikan memang, tetapi saya berusaha dan berdoa agar perilaku buruk tersebut tidak akan saya lakukan.
Dalam konteks Indonesia kekinian, sejatinya kita sering menjumpai perilaku pengkritik tidak lebih baik dari pada apa yang dikritik. Fakta yang menarik tersebut menjadi menarik ketika kita berbicara penegakan hukum dimana negara kita adalah negara hukum.
Sering kali kita dengar sindiran sinis tentang uang negara yang dikorupsi tetapi mengapa koruptornya tidak ada. Belum lagi dengan isu penyeludupan BBM bersubsidi keluar negeri atau di oplos, tetapi menagapa pelakunya tidak atau sangat sulit untuk ditangkap? Bagi saya ini hanyalah sebagian kecil kejahatan-kejahatan besar yang selalu berulang atau bahkan sengaja dipelihara (dibina).

Tuesday, December 16, 2014

PROSES DAN HASIL


Oleh:
Hendrasyah Putra

Proses dan hasil, adalah sebuah peristiwa yang selalu muncul dan saling melengkapi satu sama lain. Adalah sebuah hal yang seharusnya dimana proses yang baik akan menghasilkan yang baik pula, walau tidak menutup kemungkinan juga bahwa proses yang baik tidak akan menghasilkan apa yang telah diharapkan. Dalam pengamatan saya pada konteks Indonesia yang kekinian telah terjadi penghilangan “proses” sehingga segala sesuatu hanya tergantung dan bersandarkan pada hasil.
Adalah bagaimana pola “jalan pintas” lebih mendominasi alam pikiran kita untuk mencapai hasil yang diinginkan sehingga sedemikian rupa mengenyampingkan sebuah proses yang seharusnya.
Menarik bagi saya ketika Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland, dalam bukunya "Why Asians Are Less Creative Than Westerners" (2001) mengatakan bahwa kebanyakan orang asia dalam budaya mereka, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang dan harta lain). Ini mengapa derajat pada orang Indonesia beberapa atau mungkin kebanyakan sangat tergantung pada pakaian, kendaraan atau iring-iringan yang panjang (pejabat) jika sedang berpergian.

Monday, December 1, 2014

MELAWAN HEDONISME

Presiden Iran menggunakan kemeja sobek

Oleh:
Hendrasyah Putra


Semenjak dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia ke tujuh, pemerintahan Joko Widodo telah banyak mengeluarkan kebijakan. Hal yang menarik bagi saya adalah bagaimana Pemerintahan Joko Widodo dalam usaha untuk melawan perilaku hedonis.
Perlawanan perilaku hedonis ini memang diawali dengan diberlakukannya kebijakan-kebijakan yang saya pikir positif, seperti mengurangi jumlah undangan perkawinan, menghapuskan atau mengurangi kegiatan di hotel atau tempat wisata serta mengurangi perjalanan dinas.
Adalah hal yang baik menurut saya dimana pemerintah harus mencontohkan perilaku hidup sederhana dan bertindak seperlunya saja dalam menyelenggarakan negara yang kemudian hal tersebut diharapkan dapat memicu masyarakat luas untuk tidak berprilaku hedonis, setidaknya tidak terlalu konsumtif.

KORUPSI DIBELA KORUPSI DIPELIHARA


Oleh:
Hendrasyah Putra


Korupsi di Indonesia memang seakan tak ada lagi ujung pangkalnya. Terus menerus muncul dan berjalan sepanjang masa. Isu atau gagasan reformasi ataupun revolusi terhadap penegakan hukum seakan menjadi pemanis bibir dan bahan dagangan para politisi dan pengamat hukum.
Adalah bagaimana perilaku korup itu sebenarnya sudah ada dan melekat disetiap lini masyarakat Indonesia. Sebuah fakta menarik yang saya temukan adalah selevel buruh bangunan rumah sekalipun bisa mengorupsi semen, besi dan paku demi alasan pemenuhan kebutuhan keluarga.
Sewaktu saya bertanya mengenai alasan utama untuk mendorong terciptanya perilaku korup itu ternyata didorong oleh kondisi dimana yang lain juga seperti itu, maka ia pun tak mengapa melakukan hal yang serupa.
Pada titik ini saya melihat adanya sesuatu ketidakpercayaan antara masyarakat dengan pemerintah. Ketidak percayaan itu memang tidak bisa ditebus dengan uang dan perkataan, tetapi dari perilaku yang menjadi bukti atas telah adanya pekerjaan yang berlandaskan kejujuran.