Wednesday, February 25, 2015

KEPASTIAN HUKUM : APAKAH BENAR ADA?


OLEH :
HENDRASYAH PUTRA


Belakangan ini mungkin orang-orang mempertanyakan tentang keberadaan kepastian hukum. Mungkin kepastian hukum tidak begitu rumit jika kita hanya berbicara kepastian hukum itu adalah kepastian peraturan yang tertulis. Bagi saya kepastian hukum hanyalah bersifat relatif ketika kepastian yang dicari tersebut dalam sebuah hukum yang diciptakan oleh manusia itu sendiri.
Diterimanya praperadilan Komjen Budi Gunawan belakangan menimbulkan sebuah tanda tanya besar terkait kepastian hukum. Status tersangka yang menjadi salah satu dari permohonan praperadilan tersebut memang jauh panggang dari api jika merujuk pada praperadilan yang diatur dalam ketentuan pasal 77 KUHAP yang berbunyi  “sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan”.

Thursday, February 5, 2015

“MISDEMEANORS” MASIH DIPANDANG SEBELAH MATA


Oleh:
HENDRASYAH PUTRA 


Sangat memprihatinkan dan memalukan bagi saya ketika melihat tuduhan-tuduhan terkait perbuatan tercela (skandal seks) yang pernah dilakukan oleh ketua KPK Abraham Samad. Ada yang mengatakan kepada saya bahwa jika hal tersebut benar, tetapi hal tersebut merupakan sebuah “masa lalu”. Saat ini posisi beliau adalah Pimpinan KPK yang telah “lulus proses seleksi” pimpinan KPK yang “katanya” begitu rumit dan sulit.
Di Indonesia perbuatan tercela mungkin masih dipandang sebelah mata dan sangat tabu untuk melengserkan seseorang dari jabatannya. Kondisi tersebut memang sangat berbanding terbalik dengan Amerika Serikat yang liberal dimana sejarah ketatanegaraan Amerika sendiri telah banyak mencatat pejabat negara yang mengundurkan diri dari jabatannya karena melakukan misdemeanors (perbuatan tercela).
Dalam pengamatan saya,  negara yang menganut paham liberal tersebut malah sangat menjaga yang namanya bibit, bebet dan bobot penyelenggara negaranya dimana dalam Konstitusinya pada Article. II. - The Executive Branch Section 4 – Disqualification, menyatakan bahwa “The President, Vice President and all civil Officers of the United States, shall be removed from Office on Impeachment for, and Conviction of, Treason, Bribery, or other high Crimes and Misdemeanors”.

Thursday, January 29, 2015

RASA MALU SUDAH HILANG


Rasa malu sudah hilang, saya pikir ini adalah gambaran yang cukup tepat dalam konteks Indonesia kekinian. Kasus korupsi, suap-menyuap serta backing membacking bisnis ilegal yang dilakukan dengan bebas tanpa ada sedikutpun rasa tanggungjawab kepada rakyat dan rasa takut akan sanksi hukum.
Bukan lagi menjadi sebuah hal tabu yang di negeri ini ketika seseorang yang disangka melakukan tindak pidana tetapi dicalonkan atau bahkan dipromosikan untuk posisi jabatan yang lebih tinggi seperti pada kasus Komisaris Jenderal Budi Gunawan yang dicalonkan sebagai Kapolri dan Hasban Ritonga yang dicalonkan sebagai Sekda Provinsi Sumatera Utara.
Perdebatan secara hukum positif memang akan menyandarkan pada prosedur yang terpatri pada text-text peraturan perundang-undangan. Secara langsung hal ini memang berakibat pada hilangya sisi “manusia” pada hukum itu sendiri.
Memang terlalu naif jika kita berpikiran bahwa hukum itu bebas nilai dan dengan begitu harus diikuti dan dituruti walau melukai nurani.
Banyak tokoh dari negara-negara dunia yang tentunya bisa mengajarkan kita bagaimana sikap tanggung jawab dan rasa malu itu bisa mendominasi daripada hukum yang lebih mengutamakan prosedur.

Wednesday, January 21, 2015

KORUPSI: APAKAH BENAR KEJAHATAN LUAR BIASA?


OLEH
HENDRASYAH PUTRA



Kejahatan luar biasa, mungkin dibenak kita hanya ada terorisme, korupsi dan narkotika. Beberapa hari yang lalu kejaksaan telah melakukan eksekusi hukuman mati bagi para pelaku kejahatan narkotika yang telah diputuskan bersalah oleh pengadilan.
Sebelum dilakukannya eksekusi mati, duta besar Belanda dan Brasil sempat mempertanyakan hukuman mati tersebut dan mengenai ditolaknya grasi bagi terpidana mati narkotika yang berasal dari Belanda dan Brasil. Walau demikian pemerintah Indonesia tetap tegas dalam penegakan hukum kejahatan narkotika dan menyatakan bahwa kedaruratan peredaran narkoba di Indonesia membahayakan masa depan Indonesia, hal inipun mendapat reaksi dari pemerintah Belanda dan Brasil, kedua negara ini kemudian memanggil duta besarnya dari Indonesia.
Selain kasus narkotika, sebelumnya kejaksaan juga telah melakukan eksekusi hukuman mati bagi terpidana terorisme. Hukuman yang menurut saya keras ini memang kiranya pantas jika dihadapkan dengan kejahatan yang luar biasa.
Tapi bagaimana dengan pelaku tindak pidana korupsi? Sampai saat ini saya belum pernah mendapati pelaku tindak pidana korupsi dijatuhi hukuman pidana mati. Dalam pengamatan saya terpidana korupsi malah sering dijatuhi vonis hukuman penjara dibawah lima tahun yang mana hukuman tersebut lebih cenderung mencerminkan tindak pidana ringan dimana ancaman hukumannya dibawah lima tahun.

Wednesday, January 14, 2015

INDAH DIATAS KERTAS


OLEH:
HENDRASYAH PUTRA

Diatas kertas semua orang mengetahui bahwa sumber daya alam kita begitu banyak, tapi entah mengapa kebodohan, kemiskinan dan buruknya infrastruktur dinegeri ini selalu menjadi realitas yang terbalik dari sumberdaya yang melimpah di negeri ini. Kita juga mengetahui bahwa bahan bakar minyak dan listrik diurusi oleh BUMN seperti Pertamina dan PLN, tetapi kita juga dihadapkan dengan fakta bahwa dua BUMN ini selalu merugi.
Beberapa pengamat mengatakan bahwa pemerintah selalu merugi di sektor-sektor sumber daya alam yang terkait hajat hidup orang banyak tersebut dikarenakan tidak tepat sasarannya subsidi yang diberikan. Selain itu adanya penyelewengan seperti penyeludupan BBM bersubsidi oleh oknum-oknum tertentu seakan sengaja dibiarkan sampai waktu yang tidak ditentukan. Unik memang, negeri yang sumber daya alamnya melimpah malah menerima penyumbang terbesar devisanya dari buruh migran dan pajak.
Tak heran kiranya jika kebijakan pemerintah yang tidak tepat sasaran tersebut berakibat pada tidak adanya pemerataan pembangunan. Belakangan ada kepala daerah yang meributkan masalah perimbangan keuangan daerah dan pusat yang masih dianggap kurang fair. Benar atau tidak, tentu harus dikaji terlebih dahulu secara mendalam.

Tuesday, January 6, 2015

MENGAPA SUSAH MOVE ON?

gambar: http://www.keepcalm-o-matic.co.uk/

OLEH
HENDRASYAH PUTRA

Mengapa Indonesia susah move on? Mungkin inilah kesimpulan yang saya petik dari pengamatan saya berdasarkan perilaku orang Indonesia terutama dari dunia maya. Hal ini saya amati ketika saya membaca sebuah berita atau informasi di dunia maya tetapi kerap kali tertuju pula pada komentar-komentar para pembaca yang begitu menarik, kadang rasis kadang merendahkan/mencaci  dan tidak beradab dimana jumlah komentr tersebut bisa puluhan bahkan sampai ratusan.
Tak heran rasanya jika orang Indonesia ribut karena berbeda fans klub sepak bola, rusuh karena beda merk motor, beda merk hp saling ejek dan apalagi beda capres masih panas dan mendendam malah.
Menggelikan memang ketika melihat perilaku orang Indonesia ini, apalagi jika keributan tersebut dipicu dari Klub sepak bola B dan R yang tentunya bukan dari Indonesia. Klub nya punya orang dan negara lain tetapi kenapa kita yang harus jadi ribut sesama orang Indonesia? Menggelikan memang tapi inilah fakta unik nya.