Sunday, August 19, 2012

IRONI KEMERDEKAAN DAN KEMENANGAN


Oleh:Hendrasyah Putra

67 tahun Indonesia tahun ini terasa begitu berbeda dan spesial. Berbeda mengingat hari proklamasi tahun ini bertepatan dengan bulan suci ramadan dan menjadi begitu spesial karena nikmat hari proklamasi tahun ini menjadi lebih nikmat dengan datangnya hari kemenangan bagi umat Islam (idul fitri).
IRONI KEMERDEKAAN
Ironi kemerdekaan, ya mungkin begitulah sebuah pertanyaan yang begitu banyak muncul di benak orang indonesia. Apakah indonesia sudah merdeka? Hmmm... rasanya hal ini setiap tahun sejak dimulainya keterbukaan akan informasi dan ekspresi pertanyaan-pertanyaan semacam ini semakin menyeruat dan membahana.
Aneh memang, sebuah negara yang telah merdeka selama 67 tahun ini malah menelorkan begitu banyak pertanyaan-pertanyaan yang menyiratkan sebuah pesan yang begitu pesimis. Seolah tak ada lagi semangat yang membakar jiwa dan raga untuk merubah keadaan seperti dahulu kala, dari bangsa yang terjajah kemudian menajadi suatu bangsa yang merdeka dan berdaulat.
ilustrasi baliho 17 Agustus

Wednesday, June 13, 2012

I BREAKING OF HABBITS


Oleh : Hendrasyah Putra

Sudah ganti makanmu, itulah kata-kata yang disampaikan oleh seorang pelawak (Tukul) yang membintangi salah satu iklan layanan masyarakat. Ketika menonton iklan layanan masyarakat yang beberapa minggu belakangan ini sering diputar pada stasiun televisi, terbesit dipikiran saya bahwa ada usaha dari pemerintah untuk mengganti kebiasaan atau mungkin ketergantungan bangsa Indonesia terhadap beras.
I breaking of habbits, sebuah lagu yang pernah di populerkan oleh Linkin Park ini terus memicu saya untuk lebih sensitive lagi dengan melihat realitas yang tentunya sangat mudah ditemukan dalam sebuah laboratorium raksasa yang kita sebut dengan Indonesia.
Ancaman akan pemanasan bumi, kekurangan pangan dan krisis bahan bakar telah menjadi hantu di seluruh dunia. Langkah-langkah strategis pun diambil oleh negara-negara dunia termasuk pula Indonesia.
Maka, dalam pada itu Presiden Yudhoyono mencanangkan Gerakan Nasional Penghematan Penggunaan Energi, sebagaimana dalam pidatonya, Presiden Yudhoyono meminta agar gerakan hemat BBM dan listrik diikuti seluruh elemen masyarakat, termasuk unsur pemerintah pusat dan daerah.
Pers, melalui media cetak, elektronik dan televisi belakangan sempat menjadikan trending topik tentang Gerakan Nasional Penghematan Penggunaan Energi, hal ini terbukti dengan begitu banyaknya pemberitaan yang mengangkat kebijakan daerah atau Kepala Daerah yang menggunkan kendaraan umum dihari-hari tertentu untuk berangkat ke kantornya.


Mobil Dinas Presiden RI
Ketika kita berbicara tentang penghematan yang di himbau oleh pemerintah, adalah sebuah hal baik tetapi sayangnya sangat bertolak belakang dengan kenyataan yang ada. Adalah sebuah Ironi dimana Pemerintah yang menghimbau untuk beririt akan bahan bakar minyak tersebut, tetapi mobil-mobil mewah seperti Mercedez-Benz, Toyota Crown, Toyota Corolla, Toyota Fortuner, Nissan Terrano, Nissan Extrail, Honda CR-V berkeliaran dengan menggunakan plat merah dan tentunya dengan konsumsi bahan bakar yang boros.

Tuesday, May 29, 2012

KOMITMEN ANTI KORUPSI?


Oleh: Hendrasyah Putra

Komitmen anti korupsi? Ya begitulah tanda tanya yang menghantui pikiran saya belakangan ini. Kata-kata “komitmen anti korupsi” kerap kali saya jumpai di media cetak/elektronik bahkan sampai dengan poster, spanduk dan pamflet.
Saya hanya bisa tertegun dan merenungkan kata-kata itu dalam hati sembari mengingat-ingat perilaku orang-orang Indonesia yang dalam kesehariannya begitu dekat dengan hal tersebut.
Sayapun jadi teringat dengan salah satu iklan siraman rohani disalah satu stasiun televisi swasta. Salah satu potongan dari iklan yang menampilkan para penceramah dalam acara siraman rohani tersebut, ada yang mengatakan bahwa untuk mengatasi korupsi hanya ada satu jalan, yakni “hukum mati”.
Kederangan memang sangat mengerikan, tetapi entah mengapa hati ini tidak begitu yakin dengan keberhasilan menekan jumlah korupsi di Indonesia dengan cara seperti itu.
Adalah penting bagi kita untuk sadar, bahwa tidak ada satu cara untuk melawan korupsi. Kita tidak bisa hanya berharap pada sisi penindakan dan memberikan kekuatan yang super pada KPK (Komisi pemberantasan Korupsi) untuk memberantas korupsi.

Sunday, April 8, 2012

NDAK SIAP & LKMD (Lebih Kurang Mohon Dimaklumi)



Oleh: Hendrasyah Putra


Ndak siap.... begitulah kata-kata yang masih terkenang dalam pikiran saya. Kata-kata itu sendiri mengingatkan saya ketika semasa duduk dibangku kuliah dahulu. Kata-kata yang dilontarkan oleh salah seorang dosen saya sewaktu memberikan kuliah studi kasus hukum perburuhan itu sebenarnya memiliki arti tersendiri bagi saya.
Sebuah arti yang begitu dalam maknanya dan juga menggelitik hati. Begitu dalam maknanya karena pada saat itu harusnya kami (mahasiswa) tentunya sudah siap sebelum mata kuliah itu dimulai. Apakah kesiapan itu dari sisi materil (substansi/materi kuliah) ataupun dari segi formil (kehadiran dalam ruang kelas).
Menggelitik hati, harusnya kami yang pada waktu itu mahasiswa, tentunya malu dengan ketidaksiapan kami ketika kuliah itu berlangsung. Oleh karena itu, kami begitu pantas menerima perkataan “Ndak siap” yang dicuapkan dengan sinis dan ditambah lagi dengan sebuah akronim LKMD, “lebih kurang mohon dimaklumi”. Lengkap lah sudah oleh-oleh yang diberikan dosen kami kala itu.

Fenomena Ndak Siap
Ndak siap, kini apa yang dahulu pernah dicuapkan dosen saya itu betul-betul menunjukkan sebuah wujud yang nyata. Selain menjadi ide dalam tulisan kali ini, kata-kata itu juga bagi saya bisa menggambarkan kondisi Indonesia dalam konteks yang kekinian.

Sunday, April 1, 2012

CINTA INDONESIA?



Oleh : Hendrasyah Putra

Awal April di Minggu pagi, setelah selesai memandikan bayi  dan bersiap untuk menulis, hal pertama yang terlintas dipikiran saya adalah tentang rasa cinta. Saya yang baru saja menjadi seorang ayah ini rasanya tak bisa jauh dari sang anak. Hal apapun akan saya tempuh untuk kebaikan si anak. Mungkin inilah salah satu ciri dari kecintaan dan rasa sayang seorang Ayah.
Berbicara tentang cinta, saya jadi teringat pada sebuah artikel sahabat karib saya. Artikel itu sendiri berjudul “Mereka Yang Rindu Kepada Allah”. Dalam artikel tersebut, sahabat saya menceritakan bahwa “Rindu merupakan pengejawantahan dari sikap mencintai seorang, tidak mungkin seorang yang sedang di landa kebencian memilikinya”.
Berbicara tentang cinta, saya jadi teringat kepada salah seorang triner yang selalu mengingatkan peserta didiknya untuk menggunakan produk dalam negeri. Baginya jika kita cinta Indonesia maka kita harus menggunakan produk dalam negeri.
Seperti jargon iklan salah satu produk pelumas keluaran Indonesia, “kita untung bangsa untung”. Secara rasional hal ini memang masuk akal. Dimana produk-produk Indonesia yang kita beli itu lebih banyak memberikan manfaat nya secara langsung maupun tidak langsung. Misalkan saja dari segi pajak, penyerapan tenaga kerja, meningkatnya investasi dan pengembangan teknologi dalam negeri itu sendiri.

Friday, March 23, 2012

Menanti Jatuh Tempo



Oleh: Hendrasyah Putra

Belum lama ini isu kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) begitu popular dimasyarakat. Kenaikan minyak dunia yang katanya di picu oleh perseteruan Barat dan Iran menjadi alasan yang cukup kuat untuk memotong subsidi BBM dan menaikan harganya.
Dua hari yang lalu, saya mendapatkan informasi tentang kondisi yang kiranya sudah bisa dipredeksi sebelumnya ketika isu kenaikan BBM muncul. Informasi itu sendiri saya dapati ketika chatting dengan sahabat saya yang berdomisili di Pontianak.
Menurut informasi yang dikatakan sahabat saya itu, terjadi antrean untuk mengisi BBM. Tudingan-tudingan miring atas perilaku antrean ini pun muncul.
Menimbun! Hal inilah yang pertama kali terlintas dalam diskusi pendek dalam sebuah chattingan antara saya dan sahabat saya. Bukannya ingin bermaksud buruk, tetapi cukup aneh ketika fenomena antrean ini terjadi dikarenakan “isu” atau rencana kenaikan BBM oleh pemerintah.
Jika antrean terjadi karena kelangkaan BBM, buruknya distribusi atau terjadinya bencana mungkin hal ini masih bisa di toleransi. Disinilah perilaku masyarakat yang sangat “opurtunis” kiranya dapat dengan mudah kita lihat. Menimbun BBM dan menjualnya ketika harga BBM naik tentunya hal ini kerap kali terjadi ketika momen-momen seperti ini muncul.
Tak Ada Bedanya
Ketika membaca media cetak elektronik yang memberitakan tentang rencana pemerintah menaikan harga BBM, saya kerap kali menemui cibiran, makian  dan kritik yang begitu tajam oleh para pembaca terhadap kebijakan pemerintah itu.

Wednesday, February 29, 2012

BUKAN RAHASIA



Oleh: Hendrasyah Putra

“Bukan rahasia bila segenggam kekuasaan lebih berharga dari sekeranjang kebenaran”
 “Bukan rahasia bila penguasa pun bisa merubah sejarah dan memutar balikkan fakta” (dewa19-Bukan Rahasia)

Sebelum memejamkan mata tadi malam, entah mengapa saya jadi teringat dengan sebuah lagu band favorit saya. “Bukan Rahasia”, sebuah lagu yang pernah populerkan oleh dewa 19 ini mengingatkan saya pada realitas yang ada.
Realitas adalah kenyataan yang terbalik, begitulah kira-kira seperti apa yang pernah disampaikan oleh seorang pemikir Jerman. Tesis ini kiranya kini begitu mengena dengan konteks Indonesia yang kekinian dimana realitas yang ada begitu terbalik dengan kata-kata indah yang tertuang dalam konstitusi.

Makelar: Bukan Rahasia Yang Tak Terungkap
“Ini negeri para makelar”, begitulah kira-kira pendapat Sutradara Garin Nugroho mengomentari kondisi indonesia dalam konteks kekinian yang termuat dalam kompas.com. pada 12 Januari 2012 yang lalu.
Dalam pemberitaan itu, Garin Nugroho juga mengomentari sinisme oknum-oknum tertentu tentang mobil Esemka yang belakangan menjadi perhatian kita tentang mimpi mobil nasional.
Dalam pemberitaan tersebut, Garin mengatakan ”Jadi, jangan heran kalau munculnya mobil Esemka itu kemudian ditanggapi dengan sinis oleh sebagian kalangan elite politik dan pengusaha. Mereka yang sudah terbiasa mendapat fee dari kegiatan makelarnya,”. “Wabah makelar, membuat kegiatan produktif di Indonesia kian langka. Elite politik lebih suka mengimpor barang dari luar negeri karena bakal mendapat fee”.

Tuesday, February 21, 2012

Hubungan Serangan Fajar dan Apel Washington


Oleh: Hendrasyah Putra

Ketika mengikuti pemberitaan di media cetak elektronik yang berjudul “Kesaksian Angie Tidak Sia-sia”, entah mengapa ketika saya membaca pemberitaan tersebut selalu tertarik untuk memperhatikan komentar-komentar para pembaca  yang berada dibawah kolom pemberitaan tersebut.
Walaupun kebanyakan komentar-komentar yang ditampilkan tersebut sangat menyudutkan Angie karena dituduh berbohong dalam memberikan kesaksian di pengadilan, tetapi hal ini memberikan saya sebuah inspirasi untuk bekerja pada sebuah proses keabadian.
Ide tulisan kali ini adalah saya ingin berbagi ide dan pengalaman serta pengamatan saya tentang pengertian politik “warung kopi”, dan pandangan mereka yang awam tentang citra buruk politisi yang sangat kental dengan stigma “bohong”.
Kisah Sang Petani dan Politikus
Dua tahun yang lalu ketika saya dan tiga orang teman sedang berkumpul disebuah rumah kos di kota Sintang. Ketika itu kami sedang berbicara dan berdiskusi tentang berbagaimacam topik. Saya pribadi yang begitu banyak dipengaruhi oleh sosiologi hukum ini secara tidak sadar seringkali bercerita tentang perilaku-perilaku bangsa didunia dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah masalah.
Panjang mendengar cerita saya tentang perilaku orang Jepang, Amerika, Korea dan Malaysia, akhirnya sampailah pada gilirian salah seorang teman saya yang begitu tertarik dengan trik-trik sulap dan tentunya juga forumer di kaskus untuk bercerita tentang sebuah kisah lucu yang didapatnya dalam forum tersebut.
Sambil memainkan kartu remi dan mengocoknya ia sembari bercerita tantang kisah “Petani dan Para Politikus”. Dalam kisah Petani dan Politikus itu, teman saya tadi menceritakan tentang sebuah bis  berisi  rombongan politikus yang baru saja mengadakan kampanye, tanpa diduga tiba-tiba Bus yang ditumpangi Politikus itu keluar dari jalan serta menabrak sebuah pohon besar milik petani tua.

Tuesday, February 14, 2012

SIAPA DULU BAPAKNYA



Oleh: Hendrasyah Putra

Sebenarnya saya agak sedikit malas bercerita tentang hukum di negeri ini. Mungkin rasa malas ini sebagaimana seperti pembaca sekalian rasakan tentang pergelutan hukum di Indonesia yang penuh dengan intrik dan hanya menjadi sebuah sinetron ”ala” Indonesia yang sangat mudah ditebak jalan ceritanya.
Dalam tulisan kali ini, sejatinya tulisan ini terinspirasi dari sebuah tulisan pendek pada sebuah blog sahabat saya Slamet Riyadi. Blog yang beralamat www.slamsr.com ini setidaknya bisa merenggut keterfokusan saya ketika sibuk membaca buku.
Tulisan Pendek yang berjudulkan ”The Punhiser – Ketika hukum tidak Punya taji” begitu menarik perhatian saya. Pada awalnya saya kira tulisan pendek tersebut menceritakan tentang film yang bertemakan pembalasan dendam oleh seseorang yang sanak keluarganya di bantai oleh komplotan penjahat yang kebal terhadap hukum.
Ketika saya lanjutkan membaca tulisan pendek tersebut, saya malah menemukan sebuah realitas sosial dan tentunya sebuah ide yang begitu membantu saya dalam menulis.
Dalam pada itu, bagi saya, yang membuat tulisan itu menjadi begitu menarik adalah ketika si penulis menuliskan kata-kata ”Gak kebayang andai saja KPK punya pasukan khusus yang beraksi seperti The Punisher ini, apakah masih ada koruptor pencuri uang rakyat yang tidur dengan nyenyak? Eh Saya cuma berandai-andai saja lho!”

Monday, January 30, 2012

The Have Versus The Have Not



Oleh: Hendrasyah Putra

Ada tamu dari Jakarta
Saya sempat kaget ketika membaca status teman pada akun jejaring sosialnya. Dalam satus itu ia menceritakan  bahwa dia terpaksa tidak lagi bisa menikamti secangkir “kopi pancong” di Jalan Hijas, hal ini dikarekan “ada tamu dari Jakarta” yang mau datang ke warung kopi itu.
Sepertinya kata-kata “ada tamu dari Jakarta” tersebut begitu sakti, sehingga teman-teman saya ini terpaksa menyingkir dan meninggalkan warung kopi tersebut.
Saya tidak begitu heran melihat fenomena ini. Dalam konteks Indonesia yang kekinian, memang hal ini sedikit banyak bisa menjelaskan bahwa di negeri ini pembagian kelas-kelas dalam masyarakat begitu jelas. Secara garis besar, pengalaman rekan saya diatas menggambarkan golongan “the have” memiliki kemampuan untuk menyingkirkan golongan “the have not”.
Antara delapan juta dan dua ratus ribu rupiah
Kenyamanan Sosial bagi seluruh golongan “the have” makin menyeruak ketika pada Jumat lalu, tepatnya 27 januari 2012  di Jakarta diadakan peluncuran smartphone tertentu yang harganya mencapai delapan juta hingga sembilan juta rupiah. Walaupun harga smartphone tersebut tergolong cukup tinggi, tetapi antrian golongan “the have” untuk mendapatkan smartphone keluaran terbaru tersebut begitu panjang.
Disisi lain, tak jauh dari antrian smartphone tersebut, ribuan buruh melakukan aksi demontrasi  demi menaikan upah yang dianggap kurang memanusiakan buruh. Perjuangan ini begitu berat, ribuan buruh ini menempuh cara dengan berdemontrasi dan dengan cara paksa memasuki jalan Tol dengan menggunakan kendaraan roda dua. Cara ini dilakukan hanya untuk meminta kenaikan upah sebesar dua ratus ribu rupiah.
Ironi memang, tetapi inilah fenomena yang muncul dinegeri ini dengan Pancasila sebagai dasar negaranya.
Bahasa Indonesia di Paris
Saya semakin prihatin ketika membaca berita pada media online (Republika.co.id) yang berjudul “Mengharukan, Kisah Imam 'Tukang Sampah' di Jakarta Ditayangkan Televisi Inggris BBC”.
Isi dari pemberitaan itu sendiri adalah BBC London membandingkan bagaimana kerja tukang sampah yang dikenal dengan binman di Inggris dengan tukang sampah di Jakarta yang sangat jauh berbeda dilihat dari berbagai segi bahkan kesehatan dan keselamatan.

Monday, January 23, 2012

CARA AMAN ALA INDONESIA (Berimajinasi Secara Ekstrem)



Oleh: Hendrasyah Putra

Beberapa waktu yang lalau, ketika saya berselancar didunia maya dan mengunjungi situs berita naional (Republika.co.id, 18 Januari 2012), saya sempat sedikit “sumringah” ketika membaca pemberitaan bahwa Indonesia masuk dalam pemberitaan media luar negeri (Dailymail, Inggris).
Tapi sangat disayangkan, persaan senang itu hanya sesaat, hal ini dikarena apa yang diberitakan tersebut bukanlah suatu hal yang bisa dibanggakan. Dalam pemberitaan tersebut diberitakan tentang bagaimana cara orang Indonesia menyelesaikan masalah penumpang yang naik ke atas Kereta Api Listrik (KRL). Dalam pemberitaan tersebut, Dailymail menceritakan upaya Indonesia dalam mengatasi penumpang nakal tersebut melalui tulisan yang berjudul “Duck! Indonesia suspends grapefruit-sized concrete balls above railway lines to stop 'roof riders”.
Dalam pemberitaan di media nasional tersebut, diberitakan pula tentang pendapat Dailymail, yang baginya Indonesia harus berimajinasi secara “ekstrem” untuk mengatasi para penumpang naik ke atap kereta. Bagi mereka, pihak otoritas mengembangkan taktik yang terkesan sangat intimidatif dan 'mematikan' berupa menggantungkan bola-bola besi di atas lintasan kereta.
Menjadi menarik bagi saya ketika di akhir pemberitaan media nasional tersebut juga menceritakan tentang pendapat atau komentar para pembaca Dailymail yang memberikan respons beragam di antaranya ada yang mempertanyakan mengapa tidak ada kebijakan memberikan tarif yang lebih murah atau memasang paku di atap kereta. Bahkan, ada pula yang terkesan sinis. ''Inilah gaya aman ala Indonesia.''

Sunday, January 15, 2012

PRIBAHASA ITU MENYIMPAN KEMUNAFIKAN


Oleh: Hendrasyah Putra

Menjadi perhatian saya ketika melihat tulisan di papan pengumuman yang bertuliskan ”kerjakan yang kamu tuliskan dan tulislakan yang kamu kerjakan”. Ditempelnya kata-kata mutiara ini mengingatkan saya dengan salah satu konsep HAM (Hak Asasi Manusia) dalam hal kebebasan berekpresi.
Dalam konteks demokrasi dan penegakan HAM di Indonesia, tentu konsep-konsep kebaikan seperti itu tak ada salahnya untuk dituangkan kedalam sebuah teks.
Uang. Ya uang, lagi lagi uang. Kata-kata ini selalu mengalir dipikiran saya ketika melihat perilaku buruk orang Indonesia yang berseberangan dengan teks yang mereka (atau kita) tuliskan dalam teks-teks indah itu.
Pada akhir tahun 2011 lalu, saya sempat ke Ibu kota negara. Untuk menghemat anggaran, tentu pilihan jasa angkutan Bus Way menjadi pilhan utama saya.
Setahun tak menggunakan jasa angkutan tersebut, perubahan yang signifikan dan ke”khasan” gaya orang Indonesia begitu dominan.

Sunday, January 8, 2012

TIDAK CUKUP RUMPI


Oleh: Hendrasyah Putra

                Satu minggu ini saya hampir-hampir tak sempat untuk membaca buku dan menulis artikel. Minggu lalu, orang terdekat saya tertimpa musibah. Karena kondisi yang extra ordinary tersebut, maka saya terpaksa harus meninggalkan hobby saya itu.
Sebelum lebih jauh lagi, sejatinya artikel ini terinspirasi oleh teman sejawat saya ketika kami berbicara tentang gadget dan spesifikasi yang ditawarkan. Teman sejawat saya ini pun sempat menceritakan pengalamannya mengapa ia tidak menggunakan smartphone BlackBerry yang kini begitu menjamur. Baginya, ia “tidak cukup rumpi” untuk menggunakan smartphone tersebut.
Mungkin baginya, istilah tidak cukup rumpi tersebut dipakainya untuk menggambarkan fasilitas BlackBerry mesangger  yang dimiliki smart phone tersebut.
        Istilah tidak cukup rumpi ini mengingatkan saya ketika tahun lalu tentang kisruh persepakbolaan Indonesia. Kisruh itupun memunculkan sebuah guyonan tentang penelitian FIFA terhadap orang Indonesia. Isi dari guyonan penelitian itu sendiri adalah tentang keadaan fisik orang Indonesia dimana kondisi tulang rahang orang Indonesia lebih dominan daripada bagian tubuh yang lainnya. Oleh karena itu, orang Indonesia lebih cocok menjadi komentator sepakbola daripada pemain sepakbola.
        Guyonan ini bagi saya memang menggelikan, tetapi disisi lain guyonan ini menggambarkan orang Indonesia yang begitu baik dalam wacana, cantik diatas kertas tetapi selalu buruk dalam perilaku. “Mungkin” karena alasan ini pula smartphone BlackBerry begitu diigemari di negeri ini.