Wednesday, November 23, 2011

MENCARI FORMULASI YANG TEPAT BAGI MASYARAKAT



Oleh : Hendrasyah Putra



Ada suatu fenomena menarik kektika penulis melihat anak-anak sekolah yang melakukan demontrasi menentang diadakannya ujian nasional. Mungkin bagi kalangan tertentu atau pihak yang pro dengan diadakannya ujian nasional ini berangapan bahwa mereka yang menolak tersebut mau seenaknya sendiri, atau tidak pede dengan kemampuannya atau bahkan mereka itu tidak baca apa yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan.
Dalam kesempatan ini penulis tidaklah ingin membahas bagaimana sistem pendidikan di indonesia itu seharusnya, tetapi penulis mencoba mengkritisi penerapan peraturan perundang-undangan bagi rakyat dan bagaimana formulasi itu peraturan perundang-undangan itu seharusnya.
Demontrasi penolakan terhadap diadakannya ujian nasional itu mungkin hanya salah satu dari tindakan rakyat indonesia dalam melakukan penolkan terhadap peraturan perundang-undangan yang mereka anngap tidak sesuai dengan kemauan mereka dan kondisi rakyat indonesia pada umumnya.
Membuat suatu peraturan perundang-undangan bukanlah suatu hal yang sepele. Tentunya begitu banyak melibatkan energi dan pikiran serta pertimbangan-pertimbangan yang tentunya kelak jika peraturan perundang-undangan tersebut sudah diundangkan akan memenuhi rasa kepuasaan bagi rakyat yang menerima langsung maupun tidak langsung dari penerapan peraturan-perundang-undangan tersebut.
Penulis jadi teringat ketika sedang berkonsultasi masalah kesehatan dengan seorang dokter umum. Timbul pertanyaan dibenak penulis, ketika sebelumnya ada seorang pasien yang memiliki masalah kesehatan yang serupa dengan penulis tetapi ada perbedaan perlakuan sang dokter antara pasien tersebut dan penulis sendiri.
Perlakuan itu dalam hal ini penulis maksudkan pada pemberian resep obat yang diterima. Karena hal ini menimbulkan tanda tanya besar dibenak penulis, penulis tidak segan-segan untuk menanyakan hal tersebut. Ya tentunya hal tersebut dengan sangat mudah untuk di jawab Si dokter. “begini lho pak, kondisi tubuh setiap orang tidak lah sama, maka untuk itu dosis atau resep obat yang diperuntukan bagi setiap pasien juga berbeda”.
Dari gambaran perlakuan seorang dokter terhadap setiap pasiennya, penulis jadi terbayang bagaimana cara legislator memformulasikan suatu peraturan perundang-undangan yang kelak akan diundangkan.
 Terkait dengan masalah ujian nasional yang menuai protes dari kalangan yang merasa dirugikan tentunya hal ini berkaitan erat dengan formulasi yang diberikan dokter (pemerintah) bagi si pasien (rakyat/anak sekolah). Tentunya dalam hal ini formula yang diberikan si dokter tidaklah sesuai dengan kondisi pasien, mengingat pasien dalam negara kesatuan republik indonesia ini tersebar diberbagai wilayah, dimana antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lainnya itu memiliki kelebihan dan kekurangan.
Kelebihan dan kekurangan tersebut tentunya sangat mempengaruhi pola kemajuan suatu daerah. Mungkin secara kasar suatu daerah yang kaya tentunya pola pendidikan nya pasti berbeda dengan daerah yang miskin.
Mungkin untuk daerah miskin, dimana untuk tamatan SD saja sudah dianggap baik dan disukuri tetapi beda hal nya dengan tamatan SD di daerah yang kaya, yang tentunya memerlukan suatu sumberdaya yang baik.
Dari pengamatan terhadap praktik pembuatan peraturan perundang-undangan apakah itu di tingkat pusat maupun daerah tidak bisa terelakan bahwa peraturan tersebut kebanyakan tidak diformulasikan dengan kondisi si pasien. Mengapa demikian? tentunya banyak faktor yang menyebabkan hal ini bisa terjadi.
Faktor kurangnya riset, tidak dekatnya legislator dengan masalah sosial masyarakat, faktor kepentingan dan project orientet mungkin ini adalah sebagian dari faktor yang menyebabkan penyakit si pasien semakin akut.
Bagaimana tidak, pendidikan yang telah diamanahkan dalam konstitusi republik ini telah menjadi momok menakutkan bagi para siswa. Siswa di indonesia setiap tahun dipaksa oleh pembuat peraturan atau kebijakan tersebut untuk memenuhi standard mereka untuk lulus ujian nasional.   Padahal jika kondisi nya diputar balikan dimana zaman standarisasi yang ketat saat ini dialami oleh para legislator atau pembuat kebijakan tersebut, apakah mereka pasti akan lulus atau ikut ujian paket?
Kemudian ada suatu hal yang menarik untuk dipelajari dan dikaji dimana negara yang dianggap pendidikan nya paling baik didunia saat ini yakni finlandia, tidak menerapkan seperti sistem pendidikan di indonesia. di finlandia pendidikan dijalankan dengan sangat demokratis. Sistem pendidikan di finlandia tak pernah memaksa siswa melakukan ini itu dan mencapai target tertentu. dalam hal untuk mengevaluasi sistem pendidikannya, pemerintah finlandia menggelar ujian nasional. Namun ujian nasional ini tidak diikuti oleh semua siswa dan tidak untuk semua mata pelajaran  setiap tahunnya. Dan siswa yang mengikuti ujian nasional itu diambil secara acak, dan hasil dari ujian nasional tersebut digunakan untuk mengevaluasi sistem pendidikan di finlandia, dan bukan untuk menentukan kelulusan (Kompas, 12 Nov 2007, hal 38).
Dari hal diatas, terbukti bahwa pemerintah finlandia memberikan suatu formulasi yang dapat dikatakan tepat bagi para siswa finlandia. Dan tentunya hal ini terbukti bahwa mutu pendidikan di finlandia berada peringkat teratas didunia saat ini, dan secara langsung hal itu berdampak langsung pada perekonomian finlandia yang maju pesat tentunya.
Jika kita berfikiran bahwa stndarisasi melalui ujian nasional yang dilakukan oleh pemerintah ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan yang ada di indonesia, mungkin pemerintah harus memeriksa ulang kebijakan tersebut. Karena pada kenyataannya kebijakan tersebut pada prakteknya sangat bertentangan dengan konsideran menimbang khususnya huruf c pada Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Dalam konsideran tersebut mengatakan bahwa “bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan”.
Tanpa disadari dengan adanya ujian nasional dan naiknya standar kelulusan secara langsung maupun tidak langsung telah menghilangkan unsur pemerataan kesempatan pendidikan dan mutu pendidikan. Bagaimana tidak, jika kita lihat dari segi kesempatan pendidikan tentunya para siswa yang berasal dari kalangan ekonomi menengah kebawah dan tinggal didaerah yang msikin atau didaerah pedesaan tentunya akan kerepotan untuk memenuhi standar tersebut, atau bahkan mereka tidak mempunyai biaya tambahan untuk mengikuti program bimbingan belajar.
Bagaimana pendidikan itu ingin dimeratakan, jika pendidikan itu sendiri memberatkan rakyat dengan biaya yang begitu besar untuk memenuhi standar yang ditetapkan oleh pemerintah, tentunya hal ini direspon oleh rakyat yang dirugikan dengan aksi demontrasi-demontrasi.
Contoh kasus diatas adalah sebagian kecil dari peraturan perundang-undangan atau kebijakan pemerintah yang penulis anggap tidak sesuai dengan kondisi rakyat. Tentunya menjadi suatu tanda tanya besar, dimana adanya penolakan-penolakan pada kebijakan atau peraturan yang dikeluarkan oleh pihak yang berkuasa. Hemat penulis tentunya dalam hal ini ada suatu ketidak harmonisan antara pihak yang berkuasa dan pihak yang memberikan perwakilannya kepada yang berkuasa untuk mengurusi pemerintahan serta mengatur rakyat nya.
Ketidak-harmonisan inilah sesungguhnya adalah ketidak saling mengertinya diantara kedua belah pihak, dimana pihak yang mengatur mengiinginkan yang diatur berjalan sejalan dengan apa yang dipikirkannya, sedangkan pihak yang diatur ini tidak senang dengan pengaturan yang dilakukan, karena dinilai tidak relevan dengan kondisi real di masyrakat.
Kedepannya reaksi-reaksi penolakan yang diberikan oleh rakyat itu seharusnya dijadikan pengalaman dan bahan pertimbangan dalam membuat suatu peraturan perundang-undangan dan kebijakan tentunya. Mengingat suatu kebijakan itu mempunyai pengaruh skala nasional, hendaknya dalam formulasi pembuatan peraturan perundang-undangan atau kebijakan tersebut haruslah disesuaikan dengan kondisi-kondisi yang ada pada setiap daerah sehingga hukum yang dalam hal ini dijadikan instrumen rekayasa sosial tersebut benar-benar bisa membahagiakan masyarakat.










0 Komentar, saran silahkan disini:

Post a Comment