Wednesday, November 23, 2011

Rasa Keadilan Dan Kepentingan



Oleh: Hendrasyah Putra



Senang rasanya bisa bertemu dan berbincang dengan para sahabat karib kita. Tetapi ada suatu hal yang membuat hati ini menjadi tidak enak rasaya, bagaimana tidak, tercengang juga ketika saya berbincang dengan beberapa sahabat karib semasa kuliah dahulu ketika kami bercakap-cakap tentang pekerjaan. Hal yang membuat hati ini tercengang adalah ketika teman-teman penulis semua beranggapan “dimana untuk mendapatkan suatu pekerjaan dengan jalan yang tidak benar adalah suatu hal yang wajar”.
Berangkat dari rasa gundah itu, dalam tulisan ini penulis mencoba sedikit memasukan juga beberapa hasil wawancara yang telah dilakukan penulis dengan objek dari sampel penelitian kecil-kecilan ini adalah beberapa mahasiswa yang baru kuliah, mahasiswa yang dalam tahap penyusunan skripsi, para sarjana yang dalam tahap mencari kerja, para aktivis, serta beberapa orang yang telah bekerja dengan berbagai macam latar belakang pendidikan.
Penelitian kecil-kecilan ini mungkin tidak lah bisa dianggap juga sebagai suatu kesimpulan mengingat sampel yang diteliti tersebut atau suatu metode penilitian yang baik, tetapi dalam hal ini penulis hanya ingin mencoba menangkap fenomena sosial yang terjadi saat ini dikaitkan dengan rasa keadilan dan kepentingan individu.
Tidak benar kalau dikatakan bahwa yang salah itu benar dan yang benar itu salah. Secara tidak sadar prinsip-prinsip itu sesungguhnya sudah tumbuh dan berkembang didalam masyarakat itu sendiri,  prinsip-prinsip itu sendiri sesungguhnya secara tidak langsung juga didapat masyarakat dari suatu norma-norma yang tidak tertulis dimasyarakat dan tentunya ajaran-ajaran keagamaan.
Semua orang akan mengatkan jika seseorang membuang sampah sembarang adalah suatu perbuatan yang salah atau jika seseorang mengambil suatu hak milik orang lain tanpa pemebritahuan dan ijin oleh sipemilik barang, maka orang akan mengatakan itu adalah perbuatan yang salah, dan pelaku tersebut dikatan sebagai pencuri.
Tepai jika kondisi diatas dihubungkan dengan kenyataan dimana tindakan masyarakat membuang sampah sembarangan atau pencurian yang setiap hari diberitakn di stasiun telivisi, maka dimanakah norma-norma yang hidup dimasyarakat itu?
Mungkin pelaku pembuang sampah sembarangan ketika ditanya mengapa melakukan perbuatan seperti itu, maka akan timbul banyak faktor yang memicu mereka untuk melakukan perbuatan tersebut. Mungkin alasan-alasan tersebut yang dapat penulis ungkap seperti “tidak ada tempat sampah”, “kan sudah ada tukang sampah” atau “kita kan sudah bayar pajak, jadi tugas pemerintah donk sebagai pelayan masyarakat untuk membersihkan sampah”.
Lain lagi dengan para pelaku pencurian, mungkin alasan-alasan pelaku pencurian ini dapat kita lihat dan dengarkan pada berita-berita di stasiun televisi ataupun radio, misalkan saja “untuk memenuhi kehidupan sehari-hari”, “untuk biaya sekolah anak”, “untuk ongkos pulang kampung”, ‘untuk membeli narkotika”, “untuk biaya pengobatan” dan masih banyak lagi alasan-alasan lainnya.
Mungkin dari sudut pandang mereka, perbuatan itu sudah menjadi lumrah, tetapi ketika kita lihat dari sudut yang berbeda yakni jika kita lihat dampak dari perbuatan tersebut yang merugikan hak-hak orang lain, maka perbuatan itu keliru. Tetapi bagaimana jika kita melihat dari sudut pandang kewajiban negara untuk melayani dan memenuhi, mungkin ketika perasaan hati kita dipenuhi dengan rasa egois, maka yang disalahkan adalah negara.
Lebih lanjut lagi, untuk menambah hasanah dalam tulisan kali ini, dan apa yang telah disampaikan pada awal tulisan, yakni penulis sedikit mengadakan wawancara yang dilakukan kepada para objek penelitian. Dalam hal ini penulis memeberikan beberapa pertanyaan. Yakni “apakah lebih memeilih hidup dengan jalan biasa-biasa saja dan selamat atau memilih hidup dengan jalan yang berbeda dari orang kebanyakan, tetapi memiliki resiko yang tinggi”. Kemudia pertanyaan yang kedua adalah “bagaimana anda melihat fenomena sosial yang terjadi saat ini dikaitkan dengan cara masyarakat untuk bertahan hidup”.
Dari pertanyaan tersebut dari golongan mahasiswa baru, para sarjana yang dalam tahap mencari kerja dan beberapa dari golongan orang yang sudah bekerja dalam menjawab pertanyaan yang pertama, mereka memilih jalan hidup yang pertama, yakni memeilih hidup dengan jalan biasa-biasa saja dan selamat. Sedangkan untuk pertanyaan yang kedua, secara garis besar mereka menyadari bahwa adanya pola pikir yang keliru dalam masyarakat untuk bertahan hidup dengan cara-cara yang tidak benar. Tetapi pada kenyataannya mereka juga tidak berdaya dengan kondisi seperti itu, mengingat saat ini untuk mempertahankan hidup di indonesia cukup sulit.
Kemudian, golongan aktivis dan mahasiswa yang dalam tahap penulisan skripsi, mempunyai presepsi yang berbeda dalam menjawab pertanyaan tersebut. Yakni dalam pertanyaan yang pertama mereka lebih memilih jalan hidup yang kedua yakni memilih hidup dengan jalan yang berbeda dari orang kebanyakan, tetapi memiliki resiko yang tinggi. Sedangkan untuk pertanyaan yang kedua, mereka menjawab secara garis besar mereka menyadari bahwa adanya pola pikir yang keliru dalam masyarakat untuk bertahan hidup dengan cara-cara yang tidak benar, maka untuk itu kita harus merubah pola pikir yang keliru seperti itu.
Kemudian ada alasan yang juga disampaikan Golongan yang memilih jalan hidup yang berbeda ini, pada intinya mereka ingin adanya suatu perubahan sosial dimasyarakat dimana perubahan tersebut tentunya dilakukan dengan usaha. Tetapi perlu perlu diingat pula perubahan itu dapat terjadi jika semua masyarakat menginginkannya. Jadi yang harus dilakukan adalah membuat masyarakat sadar dan mau bertindak dimana yang benar itu benar dan yang salah itu salah.
Ada suatu pendapat yang hemat penulis erat kaitannya dalam fonomena yang coba penulis angkat dalam tulisan ini. pertama pendapat kaum stoic yang mengatakan bahwa manusia adalah bagian dari dunia keteraturan yang alamiah dan rasional sehingga tanggung jawab satu dengan yang lain dan secara bersama-sama mengejar kebahagian. Karena itu manusia sbersifat kooperatif, etis, suka menolong dan penuh cinta kasih.
Sedangkan pendapat yang kedua adalah penda[pat dari kaum epicurean, yang menyatakan bahwa manjusia pada dasarnya hedonistik, tertarik pada interes dan mau menangnya sendiri. Masyarakat bukanlah suatu hal yang alami. Ia terbentuk karena interes individu untuk bergabung demi keamanan  dirinya sendiri dan demi kehidupan ekonomiyang lebih baik. Jadi manusia adalah kompetitif, hedonistik dan pencari kesenangan.
 Dari dua pendapat tersebut, ketika kita hubungkan dengan fenomena sosial yang coba penulis angkat, maka pendapat kaum epicurean yang lebih menunjukan kondisi masyarakat saat ini. hemat penulis, keadaan ini bisa terjadi dikarenakan adannya faktor pendorong dari dalam dan dari luar.
Faktor pendorong dari dalam itu adalah untuk memenuhi kepentingan, hasrat, nafsu dan egois dari individu tersebut. Sedangkan dorongan dari luar itu adalah kondisi yang terjadi saat ini seperti tindakan yang salah dikatakan benar dan yang benar dikatakan salah oleh masyarakat kebanyakan. Sehingga ketika dihubungkan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dalam konteks instinct manusia untuk bertahan hidup maka yang terjadi adalah masyarakat belum siap menerima kenyataan, bahwa jika melakukan tindakan yang benar itu salah  (cultural shock).
 Memang pada dasarnya ketika kita hubungkan pada rasa keadilan, maka kasus ini menjadi penuh kompleksitas kepentingan-kepentingan individu. Dalam kondisi seperti ini, hemat penulis tidak ada jalan selain melakukan suatu perubahan (revolusi).
Dari sini dapatlah kiranya ditarik kesimpulan, mengapa sebenarnya sampai saat ini di Indonesia penegakan hukum itu sulit untuk dilakukan. Mungkin kita harus menghentikan perdebatan tentang masalah moral yang ada pada masyarakat saat ini, mengapa demikian? Dari pengamatan penulis bahwa masalah itu sebenarnya timbul dari cultural shock dan tidak adanya keberanian didalam masyarakat untuk melakukan perubahan, tetapi kondisi yang yang berkembang adalah kebanyakan individu lebih senang untuk menjalani hidup ini biasa-biasa saja yang penting selamat, walaupun sebenarnya mereka dalam hati kecilnya menyadari bahwa yang salah itu salah dan yang benar itu benar.

0 Komentar, saran silahkan disini:

Post a Comment